Langsung ke konten utama

Postingan

Jenuh (sebuah refleksi diri)

Pernahkah merasa bahwa hidup ini terlampau rumit untuk dijalani? Jenuh dengan segala problema yang kian hari kian menenggelamkan kita dalam derita.  Rasanya ingin sekali hanya memiliki satu masalah saja, ya? Hemm, supaya tidak terlalu terbebani dan barangkali bisa sungguh-sungguh fokus mencari solusi. Namun dalam kenyataan hidup, seringnya masalah demi masalah datang tanpa terlebih dahulu bertanya perihal kesiapan kita untuk menghadapinya, bergerombol pun berdesak-desakan menyerbu dalam satu waktu.  Lelah, bukan sebuah kata yang perlu dipungkiri lagi. Siapapun kita pasti akan merasakan lelah. Walaupun bukan bermakna menyerah. Sekali-kali tidak menandakan ada yang tengah menyerah pada kenyataan. Hanya saja, acapkali tidak fasih mengendalikan diri membuat segalanya berantakan. Menempatkan diri dalam kondisi yang semakin memburuk. Dimana diri mulai abai dengan orang-orang sekitar, abai dengan kesehatan fisik, dan yang lebih kacau ialah; mulai abai dengan segala urusan ibadah. Ban...

Terimakasih^^

Dua jam sudah aku duduk di depan layar laptop, memandangi beberapa tulisan yang mengendap dalam draf blogku. Kubuka satu-dua tulisan yang belum sempat diedit dan mencoba larut didalamnya. Tapi tidak berhasil, kali ini aku merasa tidak bisa masuk pada setiap tulisan-tulisan itu. Entah mengapa rasanya  nggak   sreg . Sudah beberapa kali aku mencoba fokus menambahkan lanjutan. Tetap saja, malah semakin membuat semua tulisan itu tidak layak untuk dipublikasikan sementara ini. Kuputuskan membuka lembaran baru, kalau saja lebih baik membahas tema lain. Tiga puluh menit berlalu, dengan aku yang masih memainkan  keyboard  dengan aktifitas mengetik dan menghapus, mengetik dan menghapus. Lagi, lagi dan lagi. Aku seperti sedang berada dalam posisi kebingungan mau menuliskan apa, tapi juga merasa tidak bisa menunda diri dari keinginan menulis hari ini. Sayang kalau kesempatan menepi ini tidak menyisakan satupun jejak tulisan.  Hari demi hari terus berganti, banyak rencana y...

Jangan Sampai Membuatmu Kehilangan Kebahagiaan, Jangan sampai!

Berselancar di dunia maya adalah candu. Nampaknya, begitu yang terjadi belakangan ini.  Padahal, sejak keputusanku pulang ke kampung halaman beberapa bulan yang lalu. Aku mulai terbiasa dengan siklus yang berbeda; merasa kurang begitu tertarik menggenggam ponsel. Berada di rumah berarti aku disibukkan dengan padatnya aktifitas sehari-hari. Ibadah, beberes rumah, mencuci, menyetrika, masak, dan jualan. Sampai-sampai ponsel mati gara-gara kehabisan baterai pun berkali-kali luput dari perhatianku.  Keadaan berduka usai sepeninggalan Nenek ke pangkuan-Nya, sepertinya menjadi alasan utama. Ya, sementara lalu aku sedang ingin hengkang dari dunia maya. Demi upaya melapangkan hati dari rasa kehilangan yang amat berat. Selepas dua bulan hengkang, belakangan aku malah kembali ke kebiasaan lama.  Kesulitan tidur membuatku keasyikan menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berkeliaran di lini masa. Memperhatikan setiap yang terpampang disana. Beralih dari satu gambar ke gambar lainn...

Allah Tidak Salah Memilih Pundak

"Tapi, dia kan Bapak aku teh, bagaimanapun dia tetap Bapak aku". Serunya sembari terisak. Tidak terasa pipiku ikutan basah saat air matanya pecah dihadapanku. Aku mengerti perasaan sahabatku ini, walaupun tidak sepenuhnya. Setidaknya, aku tahu rasa hancurnya hati seorang anak kala menerima cemoohan orang lain terkait orang tuanya. Ketika dengan seenak hati orang lain mengungkit-ungkit kesalahan dan kekurangan orang tua. Terlebih yang dimaksud dengan orang lain itu malah masih keluarga sendiri, masih sedarah, masih dekat hubungannya.  "Mereka selalu bilang teh, ini semua salah Bapak. Katanya, Bapak itu contoh laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Laki-laki yang tidak punya daya upaya, tidak cocok dijadikan pemimpin rumah tangga. Semua menyalahkan Bapak. Bapak sudah nggak ada arti apapun, begitu rendah teh. . .". "Tapi, yang kenal Bapak itu kan aku, aku ini anaknya. Aku kenal Bapak lebih baik dari siapapun. Perceraian ini sudah takdir. Meskipun banyak kekurangan...

Hamasah, Lillah:)

Camkanlah, sesungguhnya engkau tidak sedang mencari penilaian baik manusia. Sebab memang manusia itu makhluk yang penuh kekurangan. Namun terlampau egois dalam menginginkan sesuatu untuk terlihat sempurna. Sekedar dalam pandangannya saja, sebatas porsi yang ia tentukan saja. Camkanlah, sejatinya engkau tengah berbuat hanya demi mendapatkan ridha Allah. Tersebab itulah kau rela terseok-seok merangkak meneladani wanita-wanita mulia terdahulu. Wanita-wanita yang telah Allah janjikan syurga baginya sebagai balasan terhadap ketaatannya kepada Allah semasa di dunia. Bukankah engkau sedang dalam perjalanan? Perjalanan panjang untuk menakhlukkan dirimu sendiri dari keinginan untuk mengulang hal-hal yang telah berlalu. Untuk menoleh pada kisah pedih kala itu, yang justru kini telah jauh kau tinggalkan.  Kali ini jangan pernah kembali. Jangan pernah berpikir untuk mengulang itu semua. Meskipun kau rasa terlalu sulit bertahan di jalan ini. Allah tak lihat hasil. Namun, semoga Allah melihat se...

Semoga Kamu Selalu Baik-Baik Saja

Apapun yang terjadi, semoga kamu selalu baik-baik saja. Setiap orang selalu punya celah menyakiti. Jika kamu benar-benar terluka, semoga kamu cepat-cepat mengobati lukamu. Tidak bergegas membalas dengan bertindak sama. Jika lukamu meradang, tetaplah memilih untuk terus mengobati sampai benar-benar sembuh. Tidak sama sekali menyimpan dendam. Ingat-ingat baiknya dan terus berusaha melupakan buruk-buruknya. Semoga kamu selalu baik-baik saja. Jika kamu lelah, istirahatlah sejenak. Beri sedikit waktu untukmu bercengkrama dengan diri sendiri. Semoga membuatmu berpikir lebih jernih dan segera tahu apa yang harus kamu lakukan. Semoga kamu tetap baik-baik saja. Meski tanpa ada yang membersamai sepimu. Untukmu, bersama Allah lebih dari cukup. Waktu-waktu sulit pasti akan terlewati dengan sendirinya. Kamu hanya akan selalu bersyukur atas segala nikmat yang dimiliki sampai detik ini. Menyukai setiap kurang dan lebihnya. Menyenangi suka dan dukanya. Aku tahu. Hatimu lebih banyak patah. Hari-harimu ...

Menikah Perlu Persiapan~2

Aku menyadari bahwa kehidupan pernikahan adalah sesuatu yang masih misterius. Aku tidak pernah benar-benar tahu apa saja kemungkinan yang terjadi didalamnya kelak, sampai aku berada tepat di posisi itu; ya, pascamenikah. Sebuah sekenario yang masih menjadi rahasia sang pemilik semesta. Sekenario yang setiap episodenya adalah asing namun menuntut dijalani penuh yakin.   Mendengar dan melihat pengalaman orang lain barangkali bisa membuatku mengambil banyak pelajaran. Tapi, itu saja rasa-rasanya belum cukup. Atau bahkan tidak bisa dijadikan pegangan. Sebab, sebaik apapun kita memahami konflik orang lain dan sesempurna mungkin membuat perencanaan sebagai ancang-acang atau bekal menyelesaikan konflik tersebut. Tetap saja, kegagalan berpeluang terjadi.  Adalah kesiapan secara finansial menjadi topik inti. Hal ini akan menjadi awal dari segala pembahasan dalam proses menuju pernikahan. Terkhusus untuk keluarga awam seperti keluargaku dan kebanyakan yang lain. Kalo katanya sih: j...