Langsung ke konten utama

Terimakasih^^



Dua jam sudah aku duduk di depan layar laptop, memandangi beberapa tulisan yang mengendap dalam draf blogku. Kubuka satu-dua tulisan yang belum sempat diedit dan mencoba larut didalamnya. Tapi tidak berhasil, kali ini aku merasa tidak bisa masuk pada setiap tulisan-tulisan itu. Entah mengapa rasanya nggak sreg. Sudah beberapa kali aku mencoba fokus menambahkan lanjutan. Tetap saja, malah semakin membuat semua tulisan itu tidak layak untuk dipublikasikan sementara ini.

Kuputuskan membuka lembaran baru, kalau saja lebih baik membahas tema lain. Tiga puluh menit berlalu, dengan aku yang masih memainkan keyboard dengan aktifitas mengetik dan menghapus, mengetik dan menghapus. Lagi, lagi dan lagi. Aku seperti sedang berada dalam posisi kebingungan mau menuliskan apa, tapi juga merasa tidak bisa menunda diri dari keinginan menulis hari ini. Sayang kalau kesempatan menepi ini tidak menyisakan satupun jejak tulisan. 

Hari demi hari terus berganti, banyak rencana yang meminta diri agar menunda sementara. Tidak sedikit juga yang berujung pada tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Ada yang mampir dalam prasangka, ada pula yang hadir melulu tanpa disangka-sangka. Sungguh, hidup ini penuh misteri, dan tentu ajaib juga.

Ah, tahun ini benar-benar berbeda. Singkat, padat dan tidak terasa. Begitu pandemi hadir, segala tatanan kehidupan berubah, bahkan tidak terkendali. Aku tidak pernah terpikir bisa mengalami semua ini, dipupuk oleh ujian bertubi dengan perjuangan extraordinary untuk mencari jalan keluar. Bukan hanya aku saja, siapapun di dunia ini pasti merasakan hal yang sama. Namun, dibalik segala ujian ini bersamaan itu Allah pula menghadirkan segala bentuk kenikmatan yang tidak boleh dipungkiri. Kenikmatan yang tidak sedikit, tidak terhitung, tidak terkira, tidak terbayangkan. 

Delapan bulan sudah, ketika semua orang berjuang dalam jalurnya masing-masing.

Jika ada yang bertanya, apa pencapaianmu di tahun 2020? Sepertinya aku bisa jadi gila hanya untuk menjawab pertanyaan ini. Bukan sebab tidak ada satu pun pencapaianku sejauh ini, namun jujur saja tahun ini aku merasa menjadi manusia yang terlalu buruk kepada Allah.

Kupikir bukan aku saja yang hari-harinya senantiasa dihinggapi pertanyaan yang sama dan berulang-ulang kepada Allah. "Ya Allah, mengapa hidupku begini?". Sebuah pertanyaan yang selalu membayang-bayangiku. Sampai sulit memejamkan mata, sampai merasa lelah menjalani rutinitas. Ketika, aku bahkan tidak berhak mempertanyakan hal yang demikian kepada Allah yang tidak lantas berhenti menganugerahiku nikmat. Betapa aku sangat buruk kepada Allah:(

Untuk itu aku menuliskan ini, untuk menyemangatimu. Diriku^^

Menapaki jalanan berliku tentu tidaklah mudah. Untuk itu keberitahukan; kamu sudah cukup berhasil, wahai diriku.

Banyak sekali beban bertengger di punggungmu, rasanya berat. Iya, kamu sendiri pasti yang paling mengerti rasanya. Walaupun begitu, ayolah tetap melangkah. Tetap pikul semua beban itu sampai waktu dengan sendirinya memberimu kesempatan meninggalkan satu demi satu beban-beban itu pada akhirnya.

Hari ini memang masih berat, besok barangkali tidak lagi. Aamiin.

Begitulah seharusnya kamu selalu menenangkan diri. Perihal tenang dan bersemangat ialah pilihan yang mesti kamu tetapkan sendiri, bukan?

Pasti ada cara, selalu ada cara menuntaskan persoalan hidup di dunia ini. Kamu saja yang belum menemukan caranya, besok barangkali petunjuk itu nyata dan sungguh menyelesaikan segalanya. Percayalah selalu pada kekuatan doa. Allah mendengarmu. Pun jika tidak, maka carilah cara bagaimana Allah mau mendengarmu. Teruslah percaya ada saatnya, pasti akan tiba saatnya.

Terimakasih, sejauh ini sudah bertindak hebat. Walaupun diiringi dengan banyak air mata, setidaknya menjadi obat jitu melapangkan sesak hatimu. Dihadapan Allah kamu menunjukkan diri betapa kerdilnya, betapa tidak ada apa-apanya, betapa tidak dapat berbuat apa-apa tanpa-Nya.

Terimakasih, tidak mendzolimi diri meskipun tentu bisa saja jika kamu mau. Masih menyayangi dirimu dengan teramat sangat. Tidak mengutuk diri, tidak menyakiti. Masih diberi umur dan sehat, agaknya sebuah nikmat yang ingin kamu jaga baik-baik. 

Terimakasih, masih yakin pada hari esok yang lebih baik. Ada potensi dalam dirimu, meskipun rumit untukmu mengembangkannya. Gagal, lalai dan tidak percaya diri bagaikan teman sehari-hari. Tak apa, ini yang namanya proses, wahai diriku.

Terimakasih, berupaya membahagiakan diri dengan tidak merusak kebahagiaan orang lain. Pun, atas upaya agar tidak kehilangan rasa bahagia, walaupun diluar sana kebahagiaan orang lain tampak menyilaukan mata. Porsi bahagia orang berbeda, begitu katamu. Semoga kamu selalu mengingatnya.

Terimakasih, karena tidak patah semangat.

~Zulfannisafirdaus
Gambar: Pinterest

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...