Kuputuskan membuka lembaran baru, kalau saja lebih baik membahas tema lain. Tiga puluh menit berlalu, dengan aku yang masih memainkan keyboard dengan aktifitas mengetik dan menghapus, mengetik dan menghapus. Lagi, lagi dan lagi. Aku seperti sedang berada dalam posisi kebingungan mau menuliskan apa, tapi juga merasa tidak bisa menunda diri dari keinginan menulis hari ini. Sayang kalau kesempatan menepi ini tidak menyisakan satupun jejak tulisan.
Hari demi hari terus berganti, banyak rencana yang meminta diri agar menunda sementara. Tidak sedikit juga yang berujung pada tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Ada yang mampir dalam prasangka, ada pula yang hadir melulu tanpa disangka-sangka. Sungguh, hidup ini penuh misteri, dan tentu ajaib juga.
Ah, tahun ini benar-benar berbeda. Singkat, padat dan tidak terasa. Begitu pandemi hadir, segala tatanan kehidupan berubah, bahkan tidak terkendali. Aku tidak pernah terpikir bisa mengalami semua ini, dipupuk oleh ujian bertubi dengan perjuangan extraordinary untuk mencari jalan keluar. Bukan hanya aku saja, siapapun di dunia ini pasti merasakan hal yang sama. Namun, dibalik segala ujian ini bersamaan itu Allah pula menghadirkan segala bentuk kenikmatan yang tidak boleh dipungkiri. Kenikmatan yang tidak sedikit, tidak terhitung, tidak terkira, tidak terbayangkan.
Delapan bulan sudah, ketika semua orang berjuang dalam jalurnya masing-masing.
Jika ada yang bertanya, apa pencapaianmu di tahun 2020? Sepertinya aku bisa jadi gila hanya untuk menjawab pertanyaan ini. Bukan sebab tidak ada satu pun pencapaianku sejauh ini, namun jujur saja tahun ini aku merasa menjadi manusia yang terlalu buruk kepada Allah.
Kupikir bukan aku saja yang hari-harinya senantiasa dihinggapi pertanyaan yang sama dan berulang-ulang kepada Allah. "Ya Allah, mengapa hidupku begini?". Sebuah pertanyaan yang selalu membayang-bayangiku. Sampai sulit memejamkan mata, sampai merasa lelah menjalani rutinitas. Ketika, aku bahkan tidak berhak mempertanyakan hal yang demikian kepada Allah yang tidak lantas berhenti menganugerahiku nikmat. Betapa aku sangat buruk kepada Allah:(
Untuk itu aku menuliskan ini, untuk menyemangatimu. Diriku^^
Menapaki jalanan berliku tentu tidaklah mudah. Untuk itu keberitahukan; kamu sudah cukup berhasil, wahai diriku.
Banyak sekali beban bertengger di punggungmu, rasanya berat. Iya, kamu sendiri pasti yang paling mengerti rasanya. Walaupun begitu, ayolah tetap melangkah. Tetap pikul semua beban itu sampai waktu dengan sendirinya memberimu kesempatan meninggalkan satu demi satu beban-beban itu pada akhirnya.
Hari ini memang masih berat, besok barangkali tidak lagi. Aamiin.
Begitulah seharusnya kamu selalu menenangkan diri. Perihal tenang dan bersemangat ialah pilihan yang mesti kamu tetapkan sendiri, bukan?
Pasti ada cara, selalu ada cara menuntaskan persoalan hidup di dunia ini. Kamu saja yang belum menemukan caranya, besok barangkali petunjuk itu nyata dan sungguh menyelesaikan segalanya. Percayalah selalu pada kekuatan doa. Allah mendengarmu. Pun jika tidak, maka carilah cara bagaimana Allah mau mendengarmu. Teruslah percaya ada saatnya, pasti akan tiba saatnya.
Terimakasih, sejauh ini sudah bertindak hebat. Walaupun diiringi dengan banyak air mata, setidaknya menjadi obat jitu melapangkan sesak hatimu. Dihadapan Allah kamu menunjukkan diri betapa kerdilnya, betapa tidak ada apa-apanya, betapa tidak dapat berbuat apa-apa tanpa-Nya.
Terimakasih, tidak mendzolimi diri meskipun tentu bisa saja jika kamu mau. Masih menyayangi dirimu dengan teramat sangat. Tidak mengutuk diri, tidak menyakiti. Masih diberi umur dan sehat, agaknya sebuah nikmat yang ingin kamu jaga baik-baik.
Terimakasih, masih yakin pada hari esok yang lebih baik. Ada potensi dalam dirimu, meskipun rumit untukmu mengembangkannya. Gagal, lalai dan tidak percaya diri bagaikan teman sehari-hari. Tak apa, ini yang namanya proses, wahai diriku.
Terimakasih, berupaya membahagiakan diri dengan tidak merusak kebahagiaan orang lain. Pun, atas upaya agar tidak kehilangan rasa bahagia, walaupun diluar sana kebahagiaan orang lain tampak menyilaukan mata. Porsi bahagia orang berbeda, begitu katamu. Semoga kamu selalu mengingatnya.
Terimakasih, karena tidak patah semangat.
~Zulfannisafirdaus
Gambar: Pinterest
Komentar
Posting Komentar