Langsung ke konten utama

Hamasah, Lillah:)

Camkanlah, sesungguhnya engkau tidak sedang mencari penilaian baik manusia. Sebab memang manusia itu makhluk yang penuh kekurangan. Namun terlampau egois dalam menginginkan sesuatu untuk terlihat sempurna. Sekedar dalam pandangannya saja, sebatas porsi yang ia tentukan saja.

Camkanlah, sejatinya engkau tengah berbuat hanya demi mendapatkan ridha Allah. Tersebab itulah kau rela terseok-seok merangkak meneladani wanita-wanita mulia terdahulu. Wanita-wanita yang telah Allah janjikan syurga baginya sebagai balasan terhadap ketaatannya kepada Allah semasa di dunia.

Bukankah engkau sedang dalam perjalanan? Perjalanan panjang untuk menakhlukkan dirimu sendiri dari keinginan untuk mengulang hal-hal yang telah berlalu. Untuk menoleh pada kisah pedih kala itu, yang justru kini telah jauh kau tinggalkan. 

Kali ini jangan pernah kembali. Jangan pernah berpikir untuk mengulang itu semua. Meskipun kau rasa terlalu sulit bertahan di jalan ini.

Allah tak lihat hasil. Namun, semoga Allah melihat setiap proses. Setahap demi setahap melangkah akan lebih baik daripada tidak sama sekali.

Keluarlah dari zona nyaman yang melalaikanmu. Tak menghiraukan apa kata orang lain bukanlah satu pilihan yang selalu benar pula. Kadangkali untuk sadar, kita ini memang perlu dihujat, disakiti, dilukai. Supaya tahu diri, supaya koreksi diri. Supaya ingat bahwa; hanya kepada dan untuk Allah-lah tujuan kita.

Karena, ketika hati ini telah membatu, merasa paling benar dalam setiap tingkah laku. Mungkin ketika itu, justru kita telah kehilangan arah tanpa disadari.

Maka, ber-terimakasih-lah jika masih ada orang yang mau mengingatkanmu meski dengan cara-cara yang kau anggap menyakiti.

#tulisanzulfannisa
Memori 2017 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...