Langsung ke konten utama

Postingan

Jika Aku Kecewa

Sulit memang, membendung sakit dalam hati. Rasanya hampir saja kau lupa diri, seperti ingin sekali meluapkan semua yang kau pendam dalam-dalam.  Dadamu amat sesak. Tak sadar sudah berkali-kali hujan jatuh dari ujung matamu. Kata-kata pedas nan mengerikan sebenarnya sudah dalam posisi bersedia keluar dari mulutmu.  Namun, untuk kesekian kalinya kau bersusah payah menahan diri. Dear diriku, amarah atas segala bentuk kekecewaaan memang seringnya menyeretmu jauh ke dalam ruang sakit teramat sangat. Aku sungguh tau perasaan semacam itu akan hadir kapan saja sang waktu menginginkannya. Aku pun sungguh tau, tidak selalu kau tampil baik perihal mengendalikan diri. Untuk itulah tulisan ini ku adakan teruntukmu, barangkali saat kau tak tau harus berbuat apa, tulisanmu akan menjadi pengingat sekaligus pengobat. Suatu hari, kamu pasti akan berada dalam keadaan yang tak terbayangkan. Sebuah kondisi yang kau alami di balik ketidakinginan mengalaminy...

Boleh jadi, Sakit adalah Teguran

Hai, penghujung Juli. Ah... saat dicermati waktu seakan berlari sangat cepat. Begitu sangat cepat, hingga mendahului kecepatan kemampuan untuk menyetel impian agar terwujud sesuai waktu yang kita idamkan. Hhmm, akhir-akhir ini waktuku memang terlalu banyak disibukkan perihal urusan dunia seperti ini. Wajar saja jika aku merasa semua begitu cepat, sebab urusan dunia yang padat tanpa jeda ini adalah sekumpulan sibuk yang hanya membuat hatiku tetap terasa kosong. Dua bulan terakhir, duniaku memang berubah. Kegiatan menulis seperti yang aku gadang-gadang sebelumnya pun nampak terhalang banyak hambatan. Maklum, liburku hanya di hari minggu. Beberapa hari minggu juga sudah dipergunakan untuk kesibukan-kesibukan lain yang melahab energi. Jika luang bisa dimaanfaatkan untuk istirahat, tapi ya benar-benar istirahat. Tidak ingin berpikir berat-berat atau melakukan hobi barang sebentar pun. Iyah, dua bulan terakhir ini agaknya sedikit lebih rumit dari yang pernah kuperkirakan....

Menulis adalah Kebutuhan: Kembali Nge-blog

Oleh : Firda Zulfannisa Ariga Bismillah. Selamat datang kembali di blog kesayangan. Dalam blog ini, tulisanku ini adalah tulisan kedua yang terbit di tahun 2019. Tadinya, sempat kaget saat sadar waktu begitu cepat berlalu. Sudah masuk bulan Mei dan aku baru nulis lagi di blog setelah beberapa bulan lalu menghilang. Hihi sebenarnya bukan menghilang betulan, aku masih sering nulis kok cuma tidak di share di blog saja. Aku sering bikin tulisan di instagram atau tumblr. Lebih aktif nulis di buku tapi hanya untuk di simpan, sebatas catatan personal.  Setelah membuka lagi blog awal bulan April lalu, menilik kembali  beberapa tulisan di tahun 2018 saat pertama kali blog ini dibuat. Tiba-tiba ada rasa rindu membuncah dihati, meminta diri agar kembali sharing di blog ini. Itung-itung belajar nulis lagi, iseng-iseng barangkali berhadiah hehe. Hadiah yang ku harapkan sih yaa; semoga dengan kembali melatih diri menulis di blog ini lagi, Allah kasih ilham berupa ide-ide baik...

Tentang Perjumpaan

Oleh : Zulfannisafirdaus Pada sebuah perjumpaan, aku menyimpulkan banyak makna darinya. Wajah-wajah baru yang kutemui selalu membawa keunikan masing-masing. Tawa setiap orang bahkan punya kerenyahan berbeda. Setiap perjumpaan adalah proses perkenalan menarik antara satu dan lainnya. Proses menyatukan keragaman dalam satu waktu yang sama. Aku menyukainya, menyukai manisnya mengenal seseorang. Terlebih pada mereka yang  semenjak hadir memberi kesan baik di dalam hati. Hari ini, aku ingin sedikit bercerita mengenai perjumpaan dengan seorang teman baru yang kutemui beberapa waktu lalu dalam sebuah seminar kemuslimahan. Sedikit menguraikan hikmah  yang kudapati selepas mengenali dari dekat seseorang yang kukagumi dalam diam.  Panggil saja seseorang itu dengan sebutan 'akhwat tangguh'. Seseorang yang sejak setahun belakangan mencuri perhatianku agak kelewatan. Satu dari sekian akhwat yang membuatku gemetaran jika jumpa. Meskipun hanya dalam jarak jauh. ...

Fokus, jadilah diri sendiri!

Saat menulis catatan ini, aku terpaku sejenak. Bayangan wajah kedua orang tua berkelabat dalam benakku. Dua sosok yang begitu menginginkan diriku sesukses impian mereka. Rasa-rasanya aku tidak sanggup jika harus memberi luka, sebab tak mampu berbuat sebagaimana mereka mau. Ya, aku tak mungkin menambah luka lagi setelah begitu banyak luka tertoreh di hati mereka. Aku memang belum mampu memberi seperti yang mereka ingini, tapi jauh didalam lubuk hatiku aku ingin menghadirkan senyuman di wajah mereka sepanjang masa "dengan caraku sendiri".  Banyak sekali ku tampung masukan-masukan dari orang-orang yang  ngakunya  memberi nasihat supaya lebih terarah. Namun, nyatanya aku menangkap setiap kata yang keluar dari bibir mereka semacam kritikan tanpa solusi. Mereka terlalu banyak memberi perumpamaan. Memberi contoh dengan menghadirkan cerita sosok A sampai Z yang menurut mereka telah mencapai kata sukses dalam urusan pekerjaan. Entah mengapa tak satupun kisah yang terpa...

Belajar dari Seorang Pemulung

Pagi yang segar. Semerbak aroma sejuk memenuhi rongga dada. Pagi yang membawa semangat bagi jiwa-jiwa yang memiliki hati penuh rasa syukur atas karunia nikmat Rabb semesta. Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 06.10 WIB, saatnya aku bergegas meninggalkan hangatnya suasana rumah. Seperti pagi-pagi biasanya, ku mulai hari dengan doa dan harapan-harapan kebaikan. Berbalut jaket kesayangan, memacu motor scoopy merahku dengan kecepatan rendah di jalanan yang masih sepi. Tak lupa ditemani seputar lagu religi sekedar mengusir rasa kantuk yang barangkali sewaktu-waktu hinggap saat berkendara. Pagi memang selalu menawarkan awal baru sebelum menjalani sekelumit hiruk-pikuk kehidupan. Meskipun hawa dingin masih terasa menusuk, bagi sebagian orang hal ini tidak menjadi penghalang untuk melanjutkan rutinitas harian. Sepanjang jalanan beberapa kali aku berpapasan dengan bapak-bapak dengan semangat pagi luar biasa mendorong gerobak jualan meniti jalanan. Beberapa bahkan memanggul ku...

Move On

Aku tertunduk lesu, sedikit menghela napas. Suara dering  handphone  kembali berbunyi. Terdiam, kemudian mengumpulkan energi untuk membuka sebuah  chat  yang beberapa kali notifikasinya muncul di layar utama  handphone ku. Masih menggenggam  handphone , berpikir beberapa menit. "Mengapa aku masih menyimpan kontaknya?", aku mulai bertanya dalam hati. "Apa benar dia? atau jangan-jangan aku lupa ada rekan kerjaku yang bernama sama?". "Ah siapa? Rasanya ga ada". Aku mencoba mengingat-ingat nama semua laki-laki di tempat kerjaku. "Atau teman di kampus?". Berusaha berpikir, menggigit bibir sembari menatap langit-langit ruang kerja. "Ah... Ataukah adik mahasiswa baru yang kemarin mau gabung ke himpunan? Siapa nama adik itu ya? Apa ini dia?", Aku kembali menebak-nebak. Mengetuk dua kali layar  handphone , layar menyala. Ada dua pesan belum terbaca. Dari pengirim yang sama. "BENI". Belum sempat menggeser pol...