Sulit memang, membendung sakit dalam hati. Rasanya hampir saja kau lupa diri, seperti ingin sekali meluapkan semua yang kau pendam dalam-dalam.
Dadamu amat sesak. Tak sadar sudah berkali-kali hujan jatuh dari ujung matamu. Kata-kata pedas nan mengerikan sebenarnya sudah dalam posisi bersedia keluar dari mulutmu.
Namun, untuk kesekian kalinya kau bersusah payah menahan diri.
Dear diriku, amarah atas segala bentuk kekecewaaan memang seringnya menyeretmu jauh ke dalam ruang sakit teramat sangat. Aku sungguh tau perasaan semacam itu akan hadir kapan saja sang waktu menginginkannya. Aku pun sungguh tau, tidak selalu kau tampil baik perihal mengendalikan diri.
Untuk itulah tulisan ini ku adakan teruntukmu, barangkali saat kau tak tau harus berbuat apa, tulisanmu akan menjadi pengingat sekaligus pengobat.
Suatu hari, kamu pasti akan berada dalam keadaan yang tak terbayangkan. Sebuah kondisi yang kau alami di balik ketidakinginan mengalaminya. Dipukul oleh rasa kecewa mendapati begitu banyaknya orang-orang disekitar yang ternyata tidak selalu peduli perihal perasaanmu.
Aku tau rasa sakit itu akan melegakan saat diutarakan. Tapi wahai diri, jika saja kau mau menyediakan waktu sedikit lebih lama untuk bercengkrama dengan dirimu sendiri. Barangkali itu akan menjadi sedikit waktu yang amat berarti, mampu menetralkan kerumitan yang tengah menggenapimu.
Kamu itu baik. Jangan rusak kebaikanmu hanya saat dirundung amarah saja!
Kenapa tidak untuk berpikir bahwa: setiap kejadian dalam hidup ini selalu senada. Semua beralur sebab-akibat. Andai kamu sedang berada dalam keadaan tersakiti, boleh jadi sebab dilain waktu yang lalu kamu tak sadar pernah menyakiti. Kenapa tidak untuk berpikir: apa yang kau alami boleh jadi sebab keadaannya saja yang berbalik, darimu kepada orang lain, dan dari orang lain kepadamu.
"Tapi kan aku ga pernah berurusan sama si A, kok tega-teganya dia bertindak begitu padaku?"
Dear diriku, bukankah kau sungguh tau bahwa; hanya disisi Allah segala perhitungan. Allah itu adil, dengan cara-Nya. Maka sah saja, jika Allah menunjukkan cerminanmu dengan cara berbeda.
Tinggal kembali kepada dirimu, mau mengambil hikmah atau tenggelam dalam perasaan tersakiti melulu.
Bersabarlah, walaupun menyabarkan diri seolah begitu memakan banyak energi. Namun, tidak ada tindakan yang lebih melegakan selain bersabar dan membuka pintu ikhlas selebar-lebarnya.
Dear diriku, jika kecewa begitu rumit. Kenapa harus kau kau kurung ia berlama-lama dalam hatimu?
Jika ada banyak hal yang perlu kau urusi selain ini, kenapa tidak untuk melewatkan saja semuanya agar tidak mengusik fokusmu pada yang lebih penting.
Walau sulit menerima. Simaklah, yang perlu kau perbaiki bukan melulu cara orang lain kepadamu, justru sebaliknya; ialah caramu kepada orang lain.
Terima kasih sudah mengontrol hatimu supaya tak buru-buru berbuat kekejaman yang sama seperti yang mereka lakukan padamu. Membiarkan emosi itu meluap tak terkendali bukan pilihan yang tepat. Hanya kepuasan yang didapat bukan kenyamanan.
"Apa bedanya aku dengan dia?", Katamu kemudian setelah kau tersadar dalam sesal. Begitulah, perasaan menyesal selalu hadir belakangan.
Dear, diriku. Kembalikan saja semua kepada Allah.
Uul
Bandung, 2019.
Komentar
Posting Komentar