Langsung ke konten utama

Fokus, jadilah diri sendiri!

Saat menulis catatan ini, aku terpaku sejenak. Bayangan wajah kedua orang tua berkelabat dalam benakku. Dua sosok yang begitu menginginkan diriku sesukses impian mereka. Rasa-rasanya aku tidak sanggup jika harus memberi luka, sebab tak mampu berbuat sebagaimana mereka mau. Ya, aku tak mungkin menambah luka lagi setelah begitu banyak luka tertoreh di hati mereka. Aku memang belum mampu memberi seperti yang mereka ingini, tapi jauh didalam lubuk hatiku aku ingin menghadirkan senyuman di wajah mereka sepanjang masa "dengan caraku sendiri". 

Banyak sekali ku tampung masukan-masukan dari orang-orang yang ngakunya memberi nasihat supaya lebih terarah. Namun, nyatanya aku menangkap setiap kata yang keluar dari bibir mereka semacam kritikan tanpa solusi. Mereka terlalu banyak memberi perumpamaan. Memberi contoh dengan menghadirkan cerita sosok A sampai Z yang menurut mereka telah mencapai kata sukses dalam urusan pekerjaan. Entah mengapa tak satupun kisah yang terpaparkan membuat aku tersentuh apalagi tergugah. Sama sekali tidak, yang ada hanyalah perasaan berkecamuk sebab tidak terima jika prosesku dibanding-bandingkan dengan orang lain. 

Ego itu muncul seketika. Menurutku, masing-masing orang punya jalannya sendiri. Mungkin ada yang jalannya sama, tapi pasti tidak persis sama. Selalu ada perbedaan diantaranya. Dan mestinya tak ada yang boleh memperdebatkan urusan-urusan begini. Urusan-urusan yang sebenarnya hanya Allah yang maha tahu. 

Setiap manusia terlahir dengan potensinya masing-masing, semua pasti ditakdirkan sukses, hanya proses dan jenis kesuksesannya saja yang berbeda. Kesuksesan sendiri berbagai jenisnya, ada yang sifatnya duniawi ada yang sifatnya lebih pada urusan akhirat. Dan manusia yang paling beruntung adalah mereka yang sukses dalam urusan akhirat bukan? Kalo urusan duniawi sebenarnya hanya soal waktu, jika sudah waktunya kata Allah ya kun fayakun.

Banyak pula nyinyiran datang silih berganti, entah dari orang dekat bahkan orang yang tidak kenal sama sekali. Perih memang kalo orang lain sudah bicara yang tidak-tidak, tapi lebih perih lagi jika yag bicara ialah orang terdekat. Seketika kita dipaksa menelan kenyataan bahwa; ternyata orang terdekatpun bisa bicara mengenai apa-apa yang ia tidak banyak ketahui dari diri kita. Mengecewakan, disaat kita baru saja punya keinginan untuk di maklumi. Akhirnya dari sekian banyaknya tuntutan dan harapan kita pada manusia yang nyatanya justru mendatangkan patahan berupa kekecewaan, membuat kita menyadari bahwa selain Allah maka tak ada lagi yang bisa "real" memahami.

Catatan ini kubuat untuk mendongkrak diriku yang tengah terjerembab dalam perasaan tak karu-karuan. Semoga ini juga bermanfaat bagimu yang sedang mengalami hal yang sama.

Hari ini seseorang mengolok-olok dirimu sebab katanya kau tak sehebat dan sekeren yang dia kira. Kemudian kamu merasa gagal. Mendengar mulut nyinyirnya yang tak bisa kamu tutup dengan kedua tangan membuatmu benar-benar terpuruk. Sudah tidak ada lagi harapan katamu, jalannya sudah tertutup dengan kata lain kamu benar-benar menyerah. 

Percaya atau tidak, perkataan mereka telah memperburuk keadaanmu. Semua yang terbesit dipikiranmu akhirnya hanyalah prasangka bodoh, alih-alih membuat tersadar bahwa sesuatu memang bukan untukmu, nyatanya malah membahayakan. Engkau terlihat sangat payah. 

Sebab ocehan mereka, kau membelenggu diri lalu menganggap Allah tidak memperlihatkan andilnya dalam menetapkan takdir. 

Setiap hari memang akan selalu ada yang menyentil, menyenggol mu dengan bicaranya yang teramat sadis. Kalo tidak kuat kadang sampai tergoda untuk berontak membela diri. Urusan remeh temeh begitu sebenarnya jangan biarkan memperkeruh hati. Hanya akan semakin meruntuhkan segala yang sudah pahit pedih dibangun. Orang lain hanya bisa fokus menatap kekurangan mu saja, mengurai detail seluruh kesulitanmu. Mengapa kamu menjadi begitu ingin membuktikan pernyataan mereka benar? Hanya akan membuatmu tidak bisa bertahan untuk fokus pada kelebihanmu.

Kalo sudah tidak punya semangat siapa yang mau diandalkan? sekalipun berharap ada yang menyemangati juga tidak berpengaruh apapun kalo sendirinya sudah menyerah sama keadaan.

Fokus, demikianlah yang mesti dilakukan. Dalam proses selain menyempurnakan doa dan ikhtiar habis-habisan. Mengenai hasil biarlah  menjadi urusan Allah. Yang paling penting adalah sudah bertekad dan berbuat sungguh-sungguh. Ingat, kemarin ribuan kali hati diterpa badai ujian melelahkan, sampai-sampai kamu yang tadinya sudah tegak berdiri terlempar sekian mil dari tempatmu dalam keadaan bersimbah luka. Apa kamu lupa bagaimana keras kepala nya dirimu mengerahkan seluruh kemampuan kembali ke tempat yang sama untuk melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda sebab harus meniti lagi. Bagaimana kamu keukeuh meminta Allah menguatkan sembari membaca sisi mana yang salah hingga Allah suruh memperbaiki.

Setelah sekian hal sulit kau bisa melewati, sekali ini bukan tidak mungkin bagimu membuka penerimaan terbesar terhadap dirimu, yaitu; ikhlas menjadi apa yang Allah mau. Bukankah ini adalah bentuk penghambaan kepada-Nya yang tidak pernah salah dalam memberi ?

Terimalah dirimu yang sesungguhnya ini sepenuh hati. Hari ini kamu hanya perlu sedikit menutup telinga. Bukan berarti menjadi egois hingga tak ingin mendengarkan. Hanya saja kamu perlu ruang untuk menjadi diri sendiri, menjadi lebih fokus pada tujuanmu, menjadi perhatian pada dirimu sendiri. Ya, kamu butuh sebuah zona untuk memulai lagi gebrakan baru. Biarlah orang lain berkata apa. Toh mereka tak benar-benar mengenalmu dengan baik, jadi biarkan mereka bicara dengan ketidaktahuan mereka tentang dirimu. Anggap saja sebagai pemacu langkah-langkah hebatmu kedepannya. Ikhtiar saja, tidak usah terlalu tenggelam dalam pemikiran orang lain.  Teruslah berikhtiar, maksimalkan lagi. Tunjukkan bahwa dengan perkataan mereka padamu justru mendatangkan pengaruh positif dalam semangat juangmu. 

Jadikan setiap proses yang membersamai sebagai upaya terbaikmu untuk sebuah pencapaian. Kamu memang tidak akan selalu bisa berjalan tegap, melangkah pasti, berpikiran sangat terbuka. Ada saat kamu berhenti, kemudian terdiam sekian lama. Kamu merenung lagi. Kamu bertanya-tanya lagi. Kamu tidak percaya diri. Kamu lelah sekali. Kamu kehilangan arah. Ya, selalu ada saat-saat seperti itu. Tapi bukankah jeda adalah ruang belajar paling ampuh? Dengan adanya jeda justru membuat banyak belajar hingga banyak memahami. 

Dalam setiap usaha yang kita kerahkan, Allah akan bubuhi dengan ujian-ujian pula. Ibaratnya memberi bumbu agar lebih terasa gregetnya. Mungkin semua orang yang Allah hadirkan untuk menjatuhkan dan melemahkan cara berpikirmu, adalah sekian dari cara-Nya untuk menguji sebatas mana kemampuanmu. Tapi percayalah Allah tidak pernah tidur, ia tidak pernah lengah dari melihat setiap yang kamu lakukan. 

Maka jangan selesai hanya karna terpengaruh pada perkataan yang tidak sama sekali benar, jika menurutmu yang dibicarakan mereka memang bukan menggambarkan dirimu yang sebenarnya. Fokus pada pendirianmu, bahwa manjadda wajadda. Kesuksesan selalu ada bagi orang-orang yang mau bersungguh-sungguh. Tataplah masa depan dengan bijak, ada empat bola mata berbinar penuh pengharapan yang setia menunggumu di rumah. Mereka orang-orang paling tulus yang tak henti-hentinya mengetuk pintu langit dengan doa-doa teruntukmu. Berusahalah untuk tidak bertindak mengecewakan. Kamu berhak sukses dengan caramu, dengan minat dan bakatmu. Dengan jadi dirimu sendiri kamu akan tampil lebih baik. Jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang ada, selagi ada manfaatkanlah sebaiknya. 

Bangkit, fokus dan jadilah dirimu sendiri yang bersinar lagi menyinari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...