Langsung ke konten utama

Postingan

Jejak Luka #8 : Bertubi-tubi

Ya Allah, ujian apa lagi ini? Entah ini ujian kah atau sebuah azab atas dosa-dosa yang pernah kami perbuat. Jika ia ujian, hamba tahu Engkau tidak akan menguji hamba-Mu diluar batas kemampuannya. Tetapi, jika sudah melebihi batas kemampuan ini, apakah sungguh semua yang terjadi ialah teguran yang nyata dari-Mu? Apa yang terjadi ini sudah terlampau berat ya Allah. Ampunilah kami, kasihanilah kami, berikanlah kami kesempatan memperbaiki diri, tunjukkanlah jalan-Mu yang lurus yaa Rabb. Alur takdir kembali membawaku pada kisah duka, Mamak tercinta telah berpulang ke pangkuan Allah tepat pukul 21.25 WIB pada 14 Juni 2023. Badai air mata kembali menghantam, tidak tanggung-tanggung. Kesedihan itu telah sampai pada puncaknya, sesak pun telah menemukan batas. Tidak lagi sanggup berkata-kata, hanya air mata saja barangkali sudah cukup menjelaskan bagaimana bentuk rasa yang tertinggal di dada. Tidak percaya, tidak akan percaya bahwa apa yang telah terjadi ini benar-benar nyata. Seperti mimpi, sep...

Jejak Luka #7 : Big pain with a big heart, that's my big brother

Dia bukan adik kecil lagi. Dia bukan anak bungsu nan manja lagi. Dia tidak lagi imut-imut menggemaskan. Dia tidak banyak minta ini-itu, bicaranya sudah lebih tertata, kritis dan terbuka. Dia mengambil alih beberapa urusan orang dewasa, mengambil kendali bagian yang dulu menjadi tugas Bapak semasa masih ada. Kadang kali dia menangis sesenggukan, menyatakan rasa rindu yang tak kunjung berujung lega. Kadang kali dia terlihat paling kuat di antara kami, tidak menyuguhkan ketenangan lewat kata tapi lewat perbuatan yang membuat orang dewasa seperti kami terkesima. Iya, dia adikku. Saudara kandung laki-laki satu-satunya. Kepedihan ditinggal Bapak adalah takdir paling sakit yang harus kami hadapi sekeluarga. Bagi Mamak, ia telah kehilangan pendamping hidup dan belahan jiwa. Sedangkan bagi kami bertiga, kami telah kehilangan cinta pertama dan tempat bergantung hidup. Aku yang sudah berada di usia dewasa ini saja tidak mampu menyikapi rasa kehilangan ini dengan cara dewasa. Maka bagaimana kirany...

Jejak Luka #6 : Sabtu dan Kalut Tak Berkesudahan

Melupakan, apakah melupakan sesuatu yang pernah terjadi itu mudah dilakukan? Tidak, sekalipun tidak. Apalagi bila itu terkait kenangan pahit. Bahkan di dalam alam bawah sadar pun kenangan itu selalu berputar. Suatu waktu yang harusnya tidak menarik diri ke belakang, tetapi kenangan selalu berhasil menghantam dan mendorong terlalu jauh pada masa-masa yang telah berlalu. Bukan sebab diingat-ingat, ia datang tanpa diminta, sadar tidak sadar. Hari ini adalah minggu terakhir di bulan Februari 2023, waktu yang berlalu dengan cepat ternyata tidak serta-merta memberi kesembuhan pada rasa sakit dan keresahan. Waktu tidak benar-benar bisa menyembuhkan segalanya bukan? Padahal nasehat yang paling sering didengar selama ini; biarlah waktu yang bisa mengobati.  Kemarin pagi, aku berangkat kerja dengan membawa mata bengkak. Hatiku yang lusuh di hari Sabtu yang selalu menyimpan kejutan menyedihkan. Hah, Sabtu yang menyedihkan? Bagaimana bisa? Dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku kemana-mana,...

Jejak Luka #5 : Kupu-kupu Kenangan

" Fotokopai Ombai dija, kanahan ko yo kupu-kupu na ". Dari sekian banyak spot foto yang bagus, entah mengapa beliau justru meminta difoto di jembatan itu. Jembatan yang biasa saja, tidak ada menarik-menariknya. Namun beliau begitu antusias, bahkan take berkali-kali untuk dapat gambar yang sesuai dengan kehendaknya. Beliau bilang: unik, karena ada kupu-kupu.  Perjalanan ke salah satu destinasi wisata di Bandung ini adalah kali pertama kami bersama Ombai. Padahal sejak aku pindah tahun 2015 lalu, setiap tahun Ombai hilir mudik menjenguk kami disini. Tapi, karena satu dan yang lain disibukkan dengan upaya mengejar arus rezeki, alhasil ketika Ombai berkunjung selalu saja berakhir dengan berdiam diri di dalam rumah. Maklum saja, Ombai pun jarang sekali buka suara untuk minta dibawa jalan kemana-mana. Padahal kalo saja mau sedikit meninggalkan rasa iba, boleh jadi sudah rata Bandung ini beliau jelajahi. Atau sebenarnya, bukan Ombai yang mesti melulu lebih dulu minta di...

Jejak Luka #4 : Surat Kecil untuk Ulfa

Hi, bacalah surat kecil ini. Tulisan yang aku dedikasikan untukmu, Ulfa. Apa kabar hari ini? Apakah sekarang ini kamu merasa sungguh dalam keadaan baik-baik dan menganggap remeh segala yang tengah kamu jalani? Ah tidak. Tidak ada yang bisa kamu anggap remeh. Barangkali justru kamu terlalu mengambil penting semua dan tengah menyusuri jalanmu dengan penuh ketegaran.  Dunia ini tidak kekal dan bukan tempat berdiam diri, melainkan tempat belajar tanpa henti. Ketika Allah kasih cobaan, berarti kamu sedang ditempatkan dalam zona terbaik untuk mengambil banyak pembelajaran, semoga kelak membentukmu menjadi orang yang jauh lebih baik. Terima kasih karena sudah menjadi orang yang mau mengerti, mau menerima dan mau menjalani walaupun agak tertatih dan kesepian. Setiap permasalahan hidup bukan sebuah kemalangan, darinya kamu akan mendapat banyak kekuatan. Dari zona terpayah yang berhasil kamu lalui, membuatmu mampu naik ke level berikutnya. Maka, jika ada yang terasa berat sekarang ini, baran...

Jejak Luka #3 : Aku disaat lemah adalah bagian dari diriku juga

Akan selalu datang moment-moment tidak menyenangkan yang mendadak dan membuat kewalahan. Padahal sudah berusaha menghindar, tetapi ya bagaimana, tidak ada yang bisa menyangkal apa-apa yang sudah ditetapkan terjadi. Belakangan, aku melangkah tertatih. Perjalanan luka yang kupikir segera berakhir rupanya belum. Aku berdebat dengan diriku sendiri, menyesali segala hal dalam hidup ini. Dalam tangis yang amat panjang. Ingatanku berjalan mundur pada masa remaja yang perih, pada perkataan orang lain yang menyakiti, pada tindakan kasar dan perlakuan buruk orang lain padaku. Semua terbayang seakan baru saja kejadian. Tidak hanya kembali ke masa lalu, tiba-tiba kepala terasa penuh dengan banyak tanya. Mengapa aku selalu menerima luka? Padaku, dengan mudah sesiapa bertindak buruk padahal aku sudah cukup berusaha bahkan mengorbankan beberapa hal. Mengapa kepada aku orang lain bisa bertindak demikian semena-mena? Tak bolehkah hidupku tenang. Mengapa  untukku butuh perjuangan luar bias...

Jejak Luka #2 : Ketika Bapak Berpulang

Baru saja aku sampai di kamar kosan, selepas bergulat dengan setumpuk pekerjaan. Tiba-tiba dering telepon berbunyi, sore itu aku menerima panggilan dari si bungsu.  "Kak, sudah pulang?" "Sudah". Jawabku. "Kak, telpon kuti pay Bapak. Kok pira hari sija Bapak mak sihat, kacah sesak nafas na." (Kak, telepon kalian dulu Bapak. Sudah beberapa hari ini ga sehat, selalu sesak nafas) Degg... Mendadak gelisah dan jantung berdegup kencang. Ku tutup telepon sembari bergegas beres-beres. Seusai shalat maghrib tanpa ditunda lagi segera ku telepon Bapak. Panggilan pertama tidak tersambung karena ternyata aku kehabisan pulsa. Tidak lama kemudian dering telepon berbunyi, dengan secepat itu Bapak menelepon balik.  "Ngapo Kak? Dak ado pulsa yo? Neehh.. Hahaha...". Terdengar renyah suara tawanya. Jujur saja, mendengar suara itu hatiku sedikit tenang. Sejenak aku berpikir bahwa beliau dalam kondisi baik-baik. "Bapak sehat?" "Sehat". Jawabnya. Aku...