Melupakan, apakah melupakan sesuatu yang pernah terjadi itu mudah dilakukan? Tidak, sekalipun tidak. Apalagi bila itu terkait kenangan pahit. Bahkan di dalam alam bawah sadar pun kenangan itu selalu berputar. Suatu waktu yang harusnya tidak menarik diri ke belakang, tetapi kenangan selalu berhasil menghantam dan mendorong terlalu jauh pada masa-masa yang telah berlalu. Bukan sebab diingat-ingat, ia datang tanpa diminta, sadar tidak sadar.
Hari ini adalah minggu terakhir di bulan Februari 2023, waktu yang berlalu dengan cepat ternyata tidak serta-merta memberi kesembuhan pada rasa sakit dan keresahan. Waktu tidak benar-benar bisa menyembuhkan segalanya bukan? Padahal nasehat yang paling sering didengar selama ini; biarlah waktu yang bisa mengobati.
Kemarin pagi, aku berangkat kerja dengan membawa mata bengkak. Hatiku yang lusuh di hari Sabtu yang selalu menyimpan kejutan menyedihkan. Hah, Sabtu yang menyedihkan? Bagaimana bisa? Dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku kemana-mana, aku menerka-nerka sejak kapan mulanya hari Sabtu menjadi hari yang begitu rumit aku hadapi. Panjang aku berpikir demi beroleh sebuah jawaban, kemudian aku terdiam dalam lamunan. Mungkin bukan salah harinya, apalah arti sebuah hari, ia adalah unit waktu yang berjalan di bawah perencanaan yang punya kehendak; Allah. Bukan pula salah diriku, yang masih merasa diburu dan dihantui kalut tidak berkesudahan. Diriku hanya saja belum bisa pulih dengan baik.
Aku masih sering terbayang pada hari Sabtu dari empat tahun yang lalu. Hari pertama aku memulai diriku dengan kisah baru. Menjadi anak kos, setelah sepanjang hidup tinggal berpindah-pindah dalam naungan keluarga yang berbeda-beda. Dahulu sebelum hari itu tiba, aku pikir tidak akan pernah ada masa untukku bisa menetap di tempat lain selain yang namanya rumah. Seluruh cuplikan yang terjadi di hari itu masih terasa begitu nyata. Bagaimana getir langkahku, caraku menenteng beberapa tas, emosi dan air yang menggantung di ujung mata, dan berbagai ekspresi wajah orang-orang yang ada. Amarah dan sedih bercampur aduk di masing-masing hati.
Diriku juga masih sering terbawa pada hari terakhir Bapak ada di dunia. Setiap detik kegelisahan di hari itu masih terus menyerbuku sampai hari ini. Bagaimana bayangan beliau datang ke dalam alam bawah sadarku semalaman, ketakutan sejak mendengar berita beliau jatuh dan tidak sadarkan diri, dan kenyataan mendadak yang sulit aku terima ketika tangisan duka pecah di ujung telepon sedangkan aku sendiri belum sempat menatap matanya untuk terakhir kali.
Aku juga terjerat sebuah kasus penipuan dan menerima ancaman kasar dari orang-orang dzolim di hari Sabtu beberapa waktu yang lalu. Sempat kehilangan jam tidur beberapa hari, kehilangan selera makan, kehilangan fokus dalam bekerja, kehilangan kemampuan berpikir dengan jernih dan kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang sekitar. Mengusung rasa takut pada apa yang bahkan belum tentu kejadian. Sekejap mata terpejam, sekejap pula aku terbangun dan meringis gelisah pada hari esok yang lagi-lagi belum tentu benar terjadi.
Berada di blog ini, menuliskan serangkaian isi kepala dan mencurahkan uneg-uneg yang mengendap di dalam hati, belakangan adalah salah satu usahaku untuk mengurai benang kusut. Ada hal yang cukup besar menantiku di depan namun aku sendiri masih belum beranjak dari kisah masa lalu. Ingin sekali aku segera pulih, perihal kesakitan ketika mengenang yang sudah berlalu. Besar inginku agar ketika aku memasuki gerbang baru itu, rasa sakit itu tidak lagi terlalu sakit, pun akan lebih baik bila aku aku sudah melepasnya dengan lapang.
Tidak ada hari yang tidak baik, apalagi pantas disebut sial atau apes. Hari Sabtu yang lain buktinya berisi kabar baik, pencapaian terbaik, dan cerita bahagia.
#jejakluka #pojokjeda
Komentar
Posting Komentar