Langsung ke konten utama

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

 


Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku.

Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut.

Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula caranya sehingga ada sebuah anugerah yang tumbuh di dalam rahim ini. Pada hari yang tidak pernah terduga, terasa seperti mukjizat di tengah kalutnya diri.

Pagi hari setelah kepulangan dari pelatihan di Palembang, aku mengalami demam dan meriang. Sempat mengira karena kelelahan usai disibukkan dengan aktifitas pelatihan yang memakan waktu 3 hari sebelumnya. Namun, diri kembali dihinggapi rasa penasaran, setelah sekian lama tak memeriksa diri, aku terbesit untuk mencoba peruntungan lagi. Degg... garis dua bertengger jelas dan terang, ada apakah gerangan?

Tanpa sadar aku berlari dan melompat keluar kamar mandi, berteriak mengumumkan apa yang baru saja aku lihat. Suami terperanjat kaget, bangun dari tempat tidur sembari linglung penasaran dengan apa yang tengah terjadi sebenarnya. Aku terbata-bata, tidak tahu mesti bicara bagiamana, menenteng tespack di tangan dengan mata berkaca-kaca. Suami yang baru saja tersadar seraya memelukku dan menangislah kami berdua. Iyaa, hari ini adalah hari yang tidak pernah kami sangka akan tiba.

Demi menuntaskan rasa penasaran, suami segera membawaku ke bidan terdekat guna memastikan. Setelah melalui pemeriksaan ringan, aku dinyatakan benar tengah mengandung. Lalu, jika masih perlu memastikan lagi kondisinya, bidan menyarankan untuk melakukan USG ke dokter Obgyn. Tak menunggu waktu lama, beberapa hari kemudian kami berangkat ke Kayu Agung, menuju ke salah satu klinik yang sebelumnya menjadi tempat adik bungsu dilahirkan yaitu Klinik Al-Barroh Kayu Agung. Disini, aku melihat dengan nyata di sebuah layar, ada makhluk kecil yang tengah hidup di sebuah kantung yang disebut rahim. Akhirnya, aku menyadari, inilah saat aku mengandung seorang jabang bayi untuk pertama kalinya dalam hidup.

Minggu pertama dan kedua sepertinya masih tak ada tanda mual dan muntah seperti yang diceritakan orang kebanyakan. Aku agaknya terlalu percaya diri bahwa mungkin akan mengalami yang namanya hamil kebo. Sampai-sampai sempat mau beli susu hamil yang katanya bagus untuk ibu yang non mual muntah. Namun ternyata aku salah, apa itu hamil kebo? Mual dan muntah terparah pun datang juga tanpa permisi, sepanjang hari, setiap moment, dimanapun dan kapanpun. Ah ingin rasanya menyerah sebab tak kuat raga ini menjalani tubuh yang lemah dan tak ada asupan bergizi yang berhasil masuk ke dalam diri. Bagaimana bisa bertahan sembilan bulan? Ujarku yang tak berdaya jika bukan karena Allah yang kuatkan saat itu.

Setiap pagi aku mengalami morning sickness dengan mual dan muntah yang parah, padahal yang keluar hanya air saja tapi tak akan berhenti sampai isi perut terasa kosong melompong. Hidung mengalami sensitifitas yang sangat tinggi terhadap bau, bukan hanya bau tak sedap tetapi juga berlaku untuk yang sedap nan wangi sekalipun. Tidak bisa menghirup wewangian macam apapun termasuk sabun mandi dan parfum. Tidak tahan dengan udara kipas angin. Tidak bisa menghirup aroma nasi yang dimasak, apalagi masakan dengan aroma menyengat lainnya. Bahkan aku bisa muntah heboh hanya karena minum air putih, gimana ceritanya coba? Separah itukah bawaan hamil yang mesti kualami?

Sempat pula, merasa tak suka dengan aroma suami sendiri. Kadang minta jaga jarak karena tak tahan dengan aroma yang dahulu adalah aroma yang kusuka. Kok yaa malah ga suka sama suami sendiri gimana sihh...

Hamil membawa banyak perubahan padaku, perubahan tubuh dan perubahan mental. Jika diteliti soal perubahan tubuh aduhai sungguh banyak pengorbanan yang mesti direlakan demi sang buah hati yang tengah bersemayam di dalam diri ini. Mulai dari kondisi tubuh yang melemah, mual muntah yang parah, aku juga mengalami perubahan yang signifikan terhadap bentuk dan warna tubuh. Seakan kebeningan yang jadi kebanggaan dahulu sirna terserap, kulit kusam dan mengalami flek hitam melebar sekujur tubuh. Wajah buluk bak tak mandi meski tetap melakukan perawatan dengan beragam jenis skincare. Muncul skin tag dimana-mana, menambah ketidak percayaan diri di hadapan suami. Belum lagi berat badan yang melambung tinggi, bertambah dan kian bertambah walau sudah membatasi pola makan. Kaki dan tangan membengkak seperti digigit puluhan lebah. Tangan kebas dan kaki keram, seluruh tubuh berat dan kesulitan berjalan. Sungguh tak tersisa yang indah dari tubuh ini semasa hamil, semua berubah dan memburuk. Seperti cerita orang tentang Flamingo, bahkan akupun telah kehilangan warna asliku.

Beruntung, di tengah perubahan tubuh yang luar biasa ini kondisi kandungan senantiasa sehat dan baik-baik saja. Hanya aku yang mengalami sakit, tetapi bayi di dalam perutku bertumbuh dan berkembang baik tanpa kekurangan apapun. Tidak ada gejala apapun yang berbahaya kualami selama hampir sepuluh bulan mengandungnya. Bukankah ini merupakan hadiah setimpal yang patut untuk disyukuri? Meskipun berada dalam keterbatasan ekonomi, di waktu yang agak terlambat dan lama menurut orang di luar sana, tetapi bayiku mampu bertahan dengan hebat hingga launching dengan selamat. Alhamdulillah, tiada daya selain kuasa Allah semata.

Jika bicara soal mental, mungkin semua ibu hamil mengalami. Tak ada seorangpun yang benar-benar telah siap dengan amanah baru, apalagi jika untuk pertama kali. Seorang teman yang telah melahirkan tiga orang anak pun bilang bahwa banyak yang dia baru belajar dan harus dipelajari, lalu bagaimana dengan calon new mom sepertiku? Sungguh menjaga kewarasan yang penuh upaya.

Jangan tanya seberapa buruk kondisi mentalku. Aku merasa terlalu buruk untuk diceritakan, tetapi hal itu ternyata menjadi normal untuk dibicarakan. Tak ada manusia yang tak menangis bukan, di masa kehamilan ini aku mengalami peningkatan alias keseringan menangis. Entah untuk alasan yang aku sulit menguraikannya, kadang perihal sepele saja tapi aku bisa seperti menggila dibuatnya. Mental seakan terobrak-abrik sepanjang masa kehamilan. Iya, aku bahkan kesulitan menangani diriku sendiri. Lalu bagaimana mungkin orang diluar sana mampu memahami bukan?

Kehamilan membawaku menjadi orang baru. Orang baru yang tadinya tak tahu apa-apa tetapi tersadarkan untuk mau mempelajari hal baru. Selain mencoba mendengarkan informasi baik yang bermanfaat di luar sana, aku juga banyak belajar untuk banyak mendengarkan diri sendiri. Bagaimana menjadi paham terhadap kemampuan dan lebih percaya pada diri. Kekuatan tak melulu datang sebab didongkrak semangat dari luar, tetapi bisa selalu datang dari diri sendiri.

Aku belajar untuk tidak mengambil hati pada urusan yang mungkin memang menyakitkan tetapi berada di luar kuasaku. Menyadari bahwa realita itu memang tak sesuai ekspektasi. Keinginan untuk dicintai dan dimengerti pun lingkarnya agak mengecil, masih mendapatinya dari suami, adik-adik dan orang-orang yang tulus saja sudah lebih dari cukup. Tak lagi menggantung harap pada mereka-mereka yang pada nyatanya sungguh munafik dan tak sepantasnya menjadi bagian dari diri. Bahkan ekspektasi untuk mendapat kasih sayang yang senada dari mertua pun sudah aku kubur dalam-dalam, iya aku tak menginginkannya lagi agar tak perlu susah bila kenyataan tak mendapatkannya.

Menjalani kehamilan dengan energi yang ada, memanfaatkan apa yang dipunya, dan bersyukur lalu bersyukur lagi. Terimakasih sudah hebat, diriku. Selamat atas kehamilan pertama yang telah terlewati dengan luar biasa. Lihatlah... Kamu sungguh mampu. Mungkin, Bapak dan Mamak di alam sana bangga melihatmu🄹

Pengalaman hamil pertama ini akan menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagiku di masa yang akan datang. Mungkin jika Allah beri kesempatan memiliki keturunan lagi kelak, banyak yang bisa aku ambil jadi contoh. Yang baik akan diteruskan dan yang kurang baik tak terulang kembali. Selama hampir 10 bulan mengandung aku sungguh mandiri apa-apa belajar sendiri, tak ada yang membimbing dan mengarahkan. Kendati karena memang tak ada Mamak disisi, jika ia ada mungkin semua tak terlalu begini. Setidaknya ada yang mengarahkan, yang peduli dengan tulus memberikan perhatian. Ketika menjadi seorang ibu kita butuh ibu juga...

#menatajejak

Gambar : Pinterest 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...