Langsung ke konten utama

Jejak Luka #18: Episode Terakhir


Berbulan-bulan selepas kehilangan, jalan yang ku tempuh untuk sekadar bertahan pun amat sangat membutuhkan perjuangan. Aku yang kelelahan telah berada pada posisi burnout, sulit bernafas lega bahkan saat malam datang aku masih tidak menemukan ketenangan. Katanya, aku nampak terlalu jauh dari sang Mahabaik. Barangkali aku tidak bisa memungkiri, perasaan tidak tenang yang ada tidak akan terlalu mengusik bila bejana syukur ku masih penuh bukan? 

*** 

Aku tidak menyangka bahwa keputusan untuk membuat tema menulis dengan mengambil judul "jejak luka" di tahun 2022 lalu ternyata berhasil melahirkan beberapa episode cerita di blog ini. Bahkan, seolah sesuai judul untuk merangkum seluruh luka yang ada di tiga tahun belakangan. Tentang diri yang sedang berjuang mengobati dengan bersuara lewat tulisan. Iya, keputusan itu ternyata berujung lega. Setidaknya aku bisa menjadikan seluruh simpang siur di dalam kepala mengalir dalam bentuk curhatan. Ketika tidak semua orang bisa mendengarkan dengan baik dan tidak semua cerita juga butuh pendengar. 

Hingga sampailah di penghujung episode, ini juga sebuah keputusan untuk mengakhiri tema ini. Tadinya perkiraanku tema ini tidak akan menghasilkan episode sepanjang ini, aku pikir hanya akan mentok di 5-10 tulisan itupun jika aku sangat rajin mampir kesini. Tak taunya malah jadi keterusan dan yang pasti terlalu banyak cerita tentang kehilangan disini. Terima kasih sudah menuliskannya wahai diriku... 

Takdir membawaku pada beragam peristiwa hidup, sedih dan bahagia datang bergantian. Kadangkali bahkan harus menerimanya di waktu yang bersamaan. Di usia penghujung 20an ini bukankah aku sudah cukup berpengalaman? Meskipun mungkin tak seberapa, masih banyak hal yang akan aku temui di kehidupan mendatang. 

Teruntuk diriku di masa depan...

Hai, bagaimana kabarmu? Semoga senantiasa baik-baik saja. Walau tak ada yang menjanjikan semua akan terjalani dengan baik, tetapi tetap percayalah bahwa bersama sabar dan syukur kamu akan menemukan kekuatan yang tak terduga. Lihatlah lagi, kamu sudah melalui banyak kisah menyedihkan versimu. Beragam kejadian tak terlupakan itu telah berlalu begitu saja. Melangkahlah, kamu hanya perlu melanjutkan perjalanan. Entah hadiah apa yang dipersembahkan untuk seluruh penerimaanmu, semoga ialah bahagia di syurga. 

Jika seluruh pencapaian di dunia ini terasa terlampau jauh dari genggaman, sebaiknya memang tidak mendambakannya berlebihan sebab dunia yang fana ini hanyalah tempat persinggahan sementara. Toh kebersamaan dengan kedua orang tua saja tak sampai seperempat abad kamu nikmati, berarti ada kehidupan lain yang lebih menjanjikan ketenangan dan ketentraman bukan? Maka tak payah harus kau perjuangkan semua yang sia-sia belaka. 

Tidak semua orang memiliki previlage khusus dalam hidupnya dan mungkin kamu adalah salah satu orang itu. Untuk mendapatkan sesuatu harus melalui proses tidak mudah dan butuh penerimaan yang luas. Tak apa, kendati tanpa pilihan lain yang lebih menguntungkan toh semua kesulitan itu pun memberi banyak pembelajaran. Walau acapkali rasanya ingin menyerah saja, tetapi secercah harapan kembali mencerahkan. Semoga ketangguhan itu berbuah manis dan lebat, begitulah doa-doa yang selalu kamu layangkan.

Ketika hatimu mulai kembali menciut, merasa tiga tahun belakangan telah banyak beroleh gagal. Ingatlah lagi masa-masa terbaik itu, pengorbanan dan ketulusan berjuang untuk membantu menyelesaikan kuliah adik hingga wisuda, membiayai kehidupan kedua adik di perantauan, merintis usaha sembari mengambil pekerjaan apa saja asal halal. Kadangkali memang yang kamu dapatkan tak berwujud, tidak nampak hasilnya. Tapi, percayalah wahai aku... Pengorbananmu tidak ada yang sia-sia. Kamu tak perlu merasa kerdil, kemarin mungkin memang bukan waktunya membangun untuk diri sendiri. Mungkin nanti, ada saatnya...

Juga, terimalah kenyataan perihal luka-luka yang mungkin mustahil akan menemui kata sembuh. Tentang seluruh kejadian tak mengenakkan di masa lalu, pada banyak cerita duka yang lebam membiru, untuk semua air mata yang sudah tumpah. Saat ini mungkin porsimu hanya sebatas berupaya melihat sisi baik dari semua luka-luka yang sudah kamu terima. Lagi-lagi tak apa... Kamu hanyalah manusia biasa yang sedang berproses, pelan-pelan saja. 

 #jejakluka 

Gambar : Pinterest 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...