Langsung ke konten utama

Jejak Luka #12 : Kecelakaan dan Pelajaran Berharga


 

Aku pikir sudah tidak tau harus berbuat apa, tetapi ternyata batas antara pasrah dan jalan keluar setipis itu. Tidak ada yang abadi termasuk kesulitan. Akan ada saatnya kemudahan itu datang pada saat tidak terduga, saat prasangka berkata "Ah barangkali tidak mungkin", lalu kembali ditampar oleh kenyataan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Aku. Berusaha. Kuat. Kemudian, Allah beri kekuatan sekaligus jawaban dari pinta yang sebelumnya dibalut air mata.

Berkaca pada kejadian yang lalu, banyak pelajaran yang bisa diambil. Namun, yang lebih utama ialah tentang percaya bahwa pertolongan Allah itu sangatlah dekat. Masalah yang datang berduyun-duyun sekalipun sesungguhnya sudah sepaket dengan jalan keluar. Diri ini saja yang selalu tidak sabaran.

***

Hari ini aku kembali menepi ke pojok jeda, sekedar menyetor kabar diri pun menikmati waktu senggang dengan bercengkrama dengan diri sendiri. Sayang sekali jika harus melewatkan keinginan menyuarakan isi hati dalam bentuk tulisan kali ini. Seperti biasa, pasti ada kisah yang bisa aku ceritakan dan dengan meninggalkan jejak disini maka kelak suatu hari aku bisa kembali bernostalgia.

Kalau bisa jujur, sudah beberapa hari kepingin banget nulis. Padahal udah nemu kata kunci apa yang mau aku bahas, tapi lagi-lagi mengembangkan cerita tidak semudah itu. Iya, menjabarkan isi pikiran dan hati sembari memilah serta merangkai kata pada prakteknya sungguh memakan waktu dan energi. Tidak jarang bahkan membuat aku merasa mentok sehingga jadi malas untuk melanjutkan cerita. Kalau dibilang kehabisan kata mungkin kurang tepat juga sih, mempertahankan mood baik ketika menulis itu sebenarnya yang dibutuhkan. Dan, yaa... Mood baik itu bisa dengan mudah terhempaskan oleh hal-hal yang amat sepele.

Berhubung saat ini aku sedang sendirian di rumah, di sela waktu istirahat setelah berjibaku dengan aktifitas bikin kue untuk jualan. Kebetulan suami juga sedang keluar memantau kebon durian yang MasyaAllah sedang berbuah cukup lebat. Hmm, moment yang tenang ini amat mubazir jika tidak diisi dengan aktifitas positif. 

Terbiasa memacu diri memenuhi target jualan membuat hari-hari terasa penuh dengan kesibukan. Tidak tersisa waktu luang agak panjang demi beroleh istirahat yang benar-benar mencukupi kebutuhan istirahat tubuh. Beberapa bulan terakhir sejak keputusan kami membangun usaha di bidang kuliner yang luar biasa melelahkan ini, membuat jam tidur kami menjadi sangat singkat. Memejamkan mata di waktu masuk dini hari tapi sudah harus beranjak dari tempat tidur di waktu yang juga masih dini hari. Gimana tuh? Iya, tidur baru sekitar jam 1 malam tapi sudah harus bangun lagi tepat jam 3. Sedangkan sejak beranjak badan tuh sudah dibikin gerak kesana-kemari tiada henti.

Walaupun sudah diduga, kelelahan yang signifikan akan kami hadapi dalam proses berjuang membangun usaha ini. Tidak lantas mengurungkan niat kami untuk tetap memilih dan menjalani. Ini berarti sudah seharusnya kami memang siap dengan segala konseskuensi dan resiko yang terjadi. Termasuk merelakan dan melepaskan beberapa hal yang sebelumnya begitu kami sukai atau yang dengannya kami terbiasa dibuat nyaman. Kehidupan ini memang menawarkan pilihan yang rumit bukan?

Sampai pada suatu ketika, terjadi sebuah insiden menggenaskan yang mencipta trauma bagi diriku dan suami. Berawal dari niat untuk menghadiri sebuah undangan pernikahan seorang kerabat, di tengah perjalanan aku mengalami jatuh dari sepeda motor akibat baju tersangkut dan tergulung bersama rantai motor. Begitu cepat sehingga aku tidak bisa menjelaskan dengan detail kronologi kejadian, yang masih ku ingat bagaimana aku berjuang untuk tetap sadar dan menyelamatkan kepala ketika ia hanya berjarak berberapa centimeter dari roda motor. Entah sudah bagaimana jadinya jika aku tidak sempat berupaya menyelamatkan diri? Sudah berpindah ke dimensi lain ataukah mengalami cacat permanen? Entahlah...

Pasca kecelakaan, aku benar-benar istirahat panjang. Beberapa waktu tidak sanggup beranjak dari tempat tidur. Jangankan aktifitas normal, membuka kedua mata saja sempat begitu menyiksa sebab kedua kelopak mata bawah-atas membengkak hingga menutup hampir seluruh bola mata. Wajah bengap, penglihatan tidak jelas, kepala pusing, luka kening dan tangan perih, juga kaki tidak mampu berdiri akibat keseleo pangkal pinggul dan siku kaki. Aku tidak menyangka akan dibuat istirahat dengan cara yang menyedihkan. Tetapi, yaa... bagaimanapun sekarang lebih kurang satu bulan sudah berlalu, sejak kecelakaan yang masih menyisakan bekas luka di kening dan punggung tangan.  

Beruntung, setiap hari selama berjuang sembuh 24 jam full aku dirawat oleh suami yang luar biasa. Tanpanya apalah jadinya diriku ini, perempuan lemah nan tidak berdaya yang bahkan tidak mengenali wajah sendiri. Akibat luka kening yang cukup lebar, struktur wajahku sementara berubah menjadi berbeda dari sebelumnya. Sempat dihantui takut juga kalau tidak bisa kembali seperti semula. Alhamdulillah berkat kuasa Allah dan berkat usaha suami yang super-duper rajin dan telaten semua lukaku bisa sembuh lebih cepat dari pada perkiraan perawat yang mengobati sekalipun.

Sebuah kejadian yang di luar prediksi dan terlalu tiba-tiba ini juga sempat menyita khawatir banyak orang ternyata. Ingat betul siapa saja orang yang datang menjenguk kala itu. Selain beberapa keluarga dan tetangga, ada pula ibu-ibu yang di luar ekspektasi akan datang; mereka adalah orang tua dari sahabat adik bungsu. Dari yang mereka tuturkan, kedatangan mereka karena dimintai oleh anak-anak mereka sendiri. Karena tidak berhenti bertanya-tanya apakah mereka sudah sempat menjenguk dan memastikan kondisi ku pasca kecelakaan. Aku terharu dengan cara Allah memperlihatkan betapa banyak yang tidak aku sadari. Iya, terkadang kepedulian  justru datang dari mereka yang tidak disangka-sangka bukan?

Diantara mereka yang hadir membersamai saat itu, ada yang datang dengan menangis sesenggukan, ada pula yang sampai tak enak tidur dan tak enak makan sangking khawatir dan takut kenapa-kenapa. Seolah apa yang terjadi padaku sedang terjadi kepadanya pula, seakan ikut merasakan apa yang sedang kurasa. Orang-orang yang tulus ini malah bukan datang dari dalam lingkaran keluarga. Bukan sedarah tetapi kehadirannya boleh jadi melebihi keluarga sedarah. Lagi-lagi Alhamdulillah, memiliki mereka dalam hidup ini adalah sebuah anugerah yang sangat indah. Aku bersyukur, ketika Allah masih memberi nikmat berupa dikelilingi orang-orang baik.

"Kayanya ini memang waktunya kamu buat istirahat dulu, dan kalau sudah sehat jangan terlalu memaksakan banyak aktifitas", kata sebagian dari mereka. 

Ada benarnya memang, nampak sekali bahwa aku terlampau memporsir diri, padahal apa coba yang dikejar? Kalau saja semua yang diupayakan mati-matian ini ternyata tidak memberi dampak kebaikan yang banyak, atau malah menjadikan ibadah ku tidak nikmat dan berantakan. Bukankah sebenarnya aku tengah ditegur dengan cara yang bijak dan mengena? Tidak ada yang salah dengan kesungguhan berikhtiar menjemput alur rezeki materi dunawi, tetapi ada banyak hal yang perlu aku benahi kedepan.

Jika saja aku tidak diselamatkan dan diberi kesempatan hidup lebih oleh Allah. Apa jadinya adik-adik dan suami yang aku tinggalkan? Ya Allah izinkan aku panjang umur dan bisa membersamai mereka di waktu yang juga begitu panjang, serta diizinkan beroleh bahagia sehingga bisa memberikan kebahagiaan pula pada orang banyak.

Sekarang saatnya untuk mengatur strategi lebih baik, mengusahakan semua dengan cara yang lebih baik. Semoga dengan terus berusaha, keberhasilan yang diharapkan akan menjadi sebuah keniscayaan. Dengan restu Allah, Bismillahirrahmanirrahim hari ini kedai gorengan kami yang sudah tutup satu bulan lamanya akan dibuka kembali.

Foto : Pinterest 

#pojokjeda #jejakluka


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...