Langsung ke konten utama

Random Thought~2

Untuk seukuran aku yang banyakan diemnya ini kadang justru masih merasa belum punya cukup waktu untuk bisa benar-benar sendirian. Padahal kalo dipikir-pikir kurang apa coba. 

Di kosan aku ngga banyak ngobrol sama adikku, soalnya aku tipe yang ngobrol tuh mesti mood dulu, kalo ngga mood ya gimana cara adikku aja pokoknya biar aku buka suara. Ribet banget kan. 

Di kantor pun ngga jauh beda. Ditengah kesibukan yang menyita fokus mata, otak dan jemariku yang lincah ini. Jangan pikir orang yang nyapa aku bisa cukup dengan sekali panggilan. Bukannya ngga denger, aku tuh cuma kayak udah terprogram gitu untuk tidak cepat merespon orang yang cuma manggil sekali. Apalagi yang ngga penting banget. Jadi, kayak udah tau mana yang manggil buat urusan penting dan mana yang manggil cuma buat sekadar nyapa. Otakku tuh semacam menyimpan data jenis-jenis orang mana aja yang sering serius nanya sama yang cuma basa-basi doang. Bahayanya, gara-gara kebiasaan ini orang kantor pada ngatain aku sombong. 

Ya ampun, padahal aku tuh ngga bermaksud untuk sombong loh. Entahlah, ini memang bagian dari diriku yang sangat ingin aku ubah. Aku masih harus banyak berusaha kawan. Kalo ada yang baca tulisanku ini: Hai kamu, menurutmu aku harus gimana?

Bagi orang dengan karakter berbeda denganku, mungkin aku terkesan aneh. Bersyukur sekali masih banyak teman dekat yang mau dengan rendah hati memaklumi karakterku ini. Walaupun kadang ada juga yang sebel sendiri dan blak-blakan marah. Tapi, aku ucapkan terimakasih sebesar-besar sama kalian yang tetap bersedia disampingku, meski tau bagaimana aku. Aku harap dibalik banyak yang tidak kalian sukai dari diriku, masih ada bagian dari diriku yang membuat kalian merasa cukup nyaman.  

Untuk orang dengan karakter berbeda denganku, aku ngga menuntut kalian supaya menjadi sama. Kita memang beda kok, ngga usah dibanding-bandingkan. Aku juga banyak belajar untuk memahami kalian selama ini. Aku mencoba mengimbangi kalian yang banyak bicara dengan menjadi pendengar yang baik. Bersedia menemani bepergian kalian, sekedar jadi teman jalan pun aku mah hayu aja, aku mah seneng-seneng aja padahal. Percayalah, aku tidak sekaku yang kalian kira. 

Dingin tidak berarti membekukan kawan. Aku seru kok orangnya. Seru diajak bercanda, bisa tertawa terbahak-bahak tidak melulu senyum dikulum. Seru diajak ngalur-ngidul, asal nemu aja bahasan yang cocoknya. Walaupun memang, untuk menemukan diriku yang terbuka ini memang tidak mudah. Ada proses. Selama ini aku selalu punya keinginan kita bisa dekat, andai saja kalian mau sedikit sabar menungguku.

Jangan keburu membenciku yang berbeda ini, aku harap jangan sampai kalian terlanjur membenci saat kalian justru belum sempat betul-betul mengenali. 

~Zulfannisafirdaus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...