Langsung ke konten utama

Padamu; Lelaki Yang Merasa Sudah Cukup Siap Membersamai


Aku tidak menunggumu. Sungguh. Kurasa sekarang aku tidak memiliki keinginan menunggu siapapun. Pun, aku memang tidak mencari dan sedang tidak ingin dicari. Jika ditengah huru-hara dunia ini kau merasa sulit menemukan persembunyianku, maka aku sangat senang. Sebab, berarti aku telah berhasil menutup diri sebaik yang kuingini. 

Andai kelak, suatu hari nanti namaku telah sampai ke telingamu. Berita tentangku kemudian mendobrak rasa penasaranmu agar kiranya dapat mengenalku lebih dekat. 

Padamu, aku sampaikan; jangan pernah terpikir untuk sekedar bermain-main. 

Selesaikan dahulu segala pertimbangan, upayakan kau telah benar-benar mantap sebelum datang. Ketahuilah, aku bukan wanita yang mudah untuk sekedar menjadi tempat singgah. Kau tidak boleh sembarangan membulatkan tekad.

Adalah aku perempuan yang masih belum dianggap dewasa oleh kedua orang tuaku. Memiliki hati yang lembut namun keras kepala. Aku mudah menangis namun sulit menenangkan diri. Hidup dengan mengusung banyak teori di kepala, sulit membuatku sependapat. Aku terlalu kuat untuk menjadi lawan debat. Jadi, kau butuh banyak bersiap-siap.
 
Sudah dua dekade lebih aku ditempa orang tuaku, meski dengan jarak sebagai ujiannya. Mereka telah berhasil membentukku menjadi perempuan mandiri, mengantarku menjadi seorang yang berpendidikan. Itu bukanlah perjuangan yang mudah, telah tumpah ruah ribuan peluh dan air mata. Demi menghantarkanku pada kehidupan yang lebih baik dari pada kehidupan mereka yang lalu. Kau, seorang asing jangan sampai merasa tak apa membawaku hidup serba tak ada.

Kemantapanmu mendatangiku semoga sepaket dengan kemantapan personal yang kau miliki. Sebelum berkehendak membersamai seseorang, setidaknya kau telah selesai dengan dirimu terlebih dahulu. 

Bagaimana mungkin kau mencoba mengenali orang lain jika dengan dirimu sendiri kau tidak sepenuhnya mengenali? Bagaimana mungkin kau sanggup menghidupi orang lain sedangkan pada dirimu sendiri kau belum mampu bertanggungjawab?  Belum lagi, urusan mendidikku; pastikan kau sudah cukup siap menjadi pemimpin, tauladan dan guru yang layak. 

Padamu; aku tidak ingin menggantung banyak harap. Terlalu mapan atau terlalu tampan bukan sebuah tujuan. Tapi kau harus renungkan; bagaimana kita bisa berdaya jika kita tak memiliki apa-apa? Tentu saja, agar dapat banyak memberi kita juga harus banyak memiliki. 

~Zulfannisafirdaus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Luka #16: Ujian Pengantin Baru

Alhamdulillah satu tahun sudah menjalani biduk rumah tangga. Itu berarti sudah satu tahun pula diri ini belajar menyesuaikan diri dengan perubahan peran baru, peran sebagai seorang istri. Qodarullah sampai dengan sekarang kami masih berdua, sama Allah diizinkan menikmati waktu pacaran agak panjang setelah menikah. Hehe tak apalah menghujani diri dengan narasi positif, iya kan? Walaupun sejujurnya kehidupan pernikahan kami yang sudah melewati setahun ini dipenuhi dengan gonjang-ganjing pertanyaan "kapan punya anak?". Sesuai dengan tema yang mau aku bahas, kali ini aku pingin berbagi kisah tentang beberapa pengalaman dalam pernikahan kami. Mungkin sebuah cuplikan moment lika-liku ujian awal pernikahan. Sebuah tulisan untuk kenangan dan pembelajaran sebagai bahan untuk menoleh kebelakang dan menarik diri berada pada masa itu. Campang Tiga, 28 April 2023 Sekitar pukul setengah dua siang, rombongan pihak mempelai laki-laki tiba di kediaman kami. Hari itu adalah hari yang ditunggu-...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Jejak Luka #15: Trauma Kehilangan

  Melewati satu tahun kehilangan dengan berbagai prahara dunia yang terlampau kejam. Kalau dibilang tidak terasa, sejujurnya salah. Sebab setahun ini terlalu banyak yang terjadi, tidak terhitung energi yang habis demi mempertahankan kewarasan diri. Hanya saja jika bicara soal waktu diri ini selalu dibuat terkaget-kaget; bagaimana mungkin secepat ini berlalu? Tahun lalu, tidak pernah membayangkan akan menghadapi takdir semenyedihkan ini. Meninggalkan kontrakan dengan perasaan gelisah tak karuan, setelah menerima kabar kondisi Mamak yang tiba-tiba drop. Dalam perjalanan bahkan harap-harap cemas mendapati kembali berita Mamak telah dibawa ke Puskesmas. Hendak berpikir positif namun hati tak bisa diajak tenang. Masih terang dalam ingatan, malam-malam sebelum kejadian. Entah angin apa yang membawa perasaan ini menjadi kacau. Drama menangis di pelukan suami, menyatakan tentang rindu akan hadir Bapak juga keinginan untuk pulang ke rumah menemui Mamak segera. Bahkan, sempat aku bertanya pe...