Masih tidak ingin ada yang membersamai, bukan karena hatiku masih sulit mengganti posisimu.
Bukan, sekali-kalipun sendiriku tidak berniat menujumu lagi.
Kita sudah kalah pada permainan kemarin. Akui saja. Terima dengan lapang dada.
Sebaliknya, kita juga sudah menang. Iya, kita menang melawan nafsu ingin bersama dalam ikatan tidak suci.
Memang. . . Allah membuat kita terpukul hebat. Aku dan kamu mungkin pernah menangis. Menumpahkan air mata yang tidak sedikit. Secara diam-diam, disuatu malam. Sempat amat sulit menerima. Tapi tidak bisa menyesal karena telah dipisahkan dengan cara yang benar.
Seringnya kebenaran memang sakit. Tapi tidak lebih sakit dari mempertahankan hubungan yang salah. Hubungan yang salah bahkan memiliki alur yang penuh oleh kisah tersakiti dan menyakiti. Itu jauh lebih rumit. Hari demi hari dihabiskan melukis luka di masing-masing hati.
Lihatlah, wanita polos yang kau bangga-banggakan dulu. Dia yang rela disingkirkan, tapi punya miliaran maaf meski tak terucap. Telah berubah. Lebih tangguh. Ini pasti tidak pernah ada dalam benakmu sebelumnya.
Mengapa dia begini?
Sepertinya kau perlu belajar lagi, bahwa wanita mengumpulkan alasan berkali-kali agar tidak pergi. Juga, bahwa wanita mengumpulkan keberanian berkali-kali agar bisa benar-benar pergi.
Kemudian, saat dia kehabisan alasan, saat dia punya keberanian amat besar. Dengan yakin, dia pergi membawa seluruh hatinya dan tidak ingin kembali, lagi.
Sepertinya kau juga perlu belajar lagi, mengenai yang lebih penting dari itu. Bahwa ada saat dimana, seseorang berhenti dari sebuah kebiasaan. Karena ia mulai jatuh hati, pada yang lebih sejati.
Ialah; Allah pemilik semesta hatinya sendiri.
~Zulfannisafirdaus
Komentar
Posting Komentar