Langsung ke konten utama

Jika Merokok Dan Berjudi: I am sorry to say, goodbye!

Kadangkali karakter itu terbentuk oleh kebiasaan. Ada saja orang-orang yang baik itu memang karena sejak lama dia terbiasa menjalani kehidupan di lingkungan yang baik. Terbiasa melakukan kebaikan tersebab biasa melihat dan mencontoh kebaikan-kebaikan di sekelilingnya. 

Ada orang yang tidak merokok, sebab dalam kesehariannya memang tidak menemukan seorangpun yang merokok. Terutama dalam ruang lingkup keluarga inti. Ada yang tidak mengenal judi, sebab tidak ada alur yang membuatnya harus tahu tentang perbuatan itu. Begitu pula sebaliknya, ada yang sudah merokok sejak kecil dan ada pula yang mengenal judi dengan fasihnya sebab perbuatan ini sudah biasa tersaji di depan mata. Sudah menjadi sebuah kewajaran baginya.

Perkara kebiasaan ini menjadi salah satu topik yang wajib untuk dipikirkan terkait memilih calon pasangan. Syukur-syukur kalo kebiasaan yang dibawanya adalah kebaikan-kebaikan. Seandainya bertolak belakang, bagaimana? 

Bagiku, tidak merokok dan tidak pernah berjudi adalah sesuatu yang pokok sekali. Bersifat mutlak. Istilahnya, sekeren apapun dia (baca: lelaki) kalo merokok atau berjudi: I'm sorry to say, goodbye. Karena dua hal ini bagian dari hal-hal yang tidak bisa ditolerir atau diganggu gugat apapun alasannya, terkhusus untukku. Ada yang lebih pokok lagi? Jawabannya: ada, banyak. Yang kubahas dalam tulisan kali ini hanya dua diantaranya.

Jadi, kalo ada yang berniat datang dengan embel-embel mau berubah menjadi lebih baik saat bersamaku. Oh mohon maaf sekali kukatakan, "aku bukan tempat rehabilitasi tuan!". Jika ingin menjadikanku tujuan, harusnya sepaket dengan kesiapan-kesiapan bukan hanya seukur janji-janji yang belum tentu bisa ditepati.

Banyak hal lain yang barangkali butuh energi luar biasa untuk dimengerti dan diikhlaskan. Tentang kekurangan, tentang perbedaan pendapat, tentang masalah keluarga yang dibawa masing-masing pribadi, tentang ketidakpekaan, dan ketidakmengertian itu sendiri. Terlalu banyak yang akan menjadi persoalan dalam kehidupan pernikahan kelak, bagaimana mungkin harus ditambah dengan perkara merokok dan berjudi?

Perkara yang nampak remeh tapi akan berat dijalani nanti. Aku tidak bisa, hanya tidak bisa menerima dan jangan paksa menerima. Karena setiap yang bertentangan dengan diriku, kelak suatu hari hanya akan menyakiti diriku sendiri. Menetapkan batas sedini mungkin, adalah bagian dari upayaku mengurangi resiko. Resiko sakit hati terhadap pasanganku dikemudian hari.

Mengubah dan diubah adalah sebuah proses yang sulit dan panjang. Waktuku tidak ingin kuhabiskan lebih lama hanya pada kelapangan hati untuk menunggu perubahan itu menjadi nyata adanya. Jika tidak, ya tidak saja. Jangan diperpanjang dengan pengalihan topik yang barangkali dipikir bisa menjadi pertimbanganku. 

Sudah berubah tentu berbeda sekali dengan mau berubah ya. Sudah berubah berarti memang sudah meninggalkan kebiasan itu. Terbukti sejak lama dan diperkuat dengan kesaksian orang-orang terdekat. Yang demikian barangkali masih bisa diberi kesempatan. Selain itu, tidak bisa.

Pandangan ini boleh jadi berbeda bagi masing-masing orang. Camkan, aku tidak menuntut siapapun berpikiran sama. Ini hanya opiniku, hanya prinsipku, bertujuan utama untuk aku pribadi. Kenapa kutulis disini? Karena ini blogku :)

~Zulfannisafirdaus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

  Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku. Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut. Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Menata Jejak #1: Adaptasi Lingkungan Baru

Bandung dan serentetan cerita dibaliknya adalah bagian dari hidup yang tak akan mungkin terlupa dari ingatan. Seluruh jejak yang terekam masih basah, seperti baru kemarin saja terjadi. Iya, seperempat perjalanan menjadi dewasa pernah dihabiskan di kota kembang itu. Dimana pernah kata pulang hanya menjadi angan-angan, tidak terlintas akan kembali ke tanah tempat dibesarkan untuk waktu yang agak panjang apalagi sampai boleh menetap. Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak, hingga bagaimana aku bisa berada disini kemudian akhirnya merindukan hawa Bandung dan setiap sudut yang menyimpan kenangan. Tak kusangka, rumah kini bak lingkungan baru yang meminta agar mampu menyesuaikan diri. Kini alamat di kartu tanda penduduk telah berubah lagi, aku kembali resmi sebagai penduduk Desa Campang Tiga Ulu dan bahkan telah berstatus menikah.  Menjalani kehidupan rumah tangga di sebuah desa, kala sebelumnya kami berdua dibuat nyaman oleh kemudahan beraktifitas di kota. Keberadaan gofood atau driv...