Langsung ke konten utama

Sebaik Apapun Menurutmu, Belum Tentu Baik Menurut Allah


Duhai diriku, apa yang sedang menyita pikiranmu? Apakah hanya dengan satu atau dua kegagalan saja kamu harus membayarnya dengan suasana muram dan gusar sepanjang hari?  Bukankah kamu sering mendengar, betapa banyak kisah hidup orang lain diluar sana yang jauh lebih sulit dari apa yang pernah kamu jalani. Tak satupun manusia di dunia luput dari ujian kegagalan. 

Andai saja, tidak pernah ada kegagalan. Andai saja, tidak perlu ada tangisan menyertai setiap pengorbanan. Atau andai saja, keinginanmu itu tidak membutuhkan satupun bentuk pengorbanan, lurus serta mulus. Apakah menurutmu semua akan berjalan baik dan kelak terasa memuaskan? Barangkali tidak. Sudah pasti level kebahagiaan itu akan meningkat seiring besarnya bentuk pengorbanan dan banyaknya rintangan yang akhirnya berhasil diselesaikan.

Seringkali untuk menggapai apa yang kita impikan dalam hidup, harus diawali dengan perjuangan menerima dan menyelesaikan segala bentuk penderitaan. Penderitaan itu acapkali malah berbuah pengalaman berharga, darinya kekuatan baru bermunculan, pun mampu membentukmu menjadi orang yang jauh lebih baik.

Tidak perlu terlampau kecewa saat kenyataan jauh berbeda. Sebab, perjalanan hidup ini seringnya tidak selalu sesuai dengan harapan-harapan. Sudah berusaha keras, ikhtiar habis-habisan, berdoa sepanjang malam. Tapi Allah menggagalkannya. Bukan Allah tidak melihat dan mendengar. Bukan Allah tidak adil. Hanya saja Allah tau mana yang pantas untuk kamu miliki.

Mungkin belum sekarang, mungkin ada saatnya nanti. Boleh jadi Allah mengabulkan harapanmu pada waktu yang tidak disangka-sangka. Pada titik terakhir kemampuanmu berupaya atau malah disaat kamu mulai melupakannya. Barangkali Allah mengetahui waktu yang paling tepat, sedangkan kamu tidak.

Jangan terlampau diambil pusing, jangan terlalu sering mengutuk diri, dan jangan sekali-kali menyalahkan takdir. Selama ini sudah banyak doamu Allah kabulkan, bukti bahwa Allah tidak pernah mengabaikan. Pun, terlampau banyak nikmat yang Ia adakan tanpa dipintai terlebih dahulu, betapa Allah peduli pada kebutuhan-kebutuhanmu.
Yang perlu dipahami sekarang ini; ketetapan Allah selalu paling benar. Sebaik apapun menurutmu belum tentu baik menurut Allah. 
Kembalikan seluruh asa pada-Nya, sebab hanya ditangan Allah segala keputusan. Meskipun kenyataan terasa menyakitkan, tetap yakini bahwa; ini lebih baik, sebab sudah Allah sendiri yang pilihkan. Didiklah hati untuk selalu menerima ketetapan Allah. Tidak sesuai kamauan tidak berarti buruk dijalani.

Palembang, 17 Juni 2020
17:03 WIB
Firda Zulfannisa Ariga
Sumber Gambar: Pinterest

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

  Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku. Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut. Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Menata Jejak #1: Adaptasi Lingkungan Baru

Bandung dan serentetan cerita dibaliknya adalah bagian dari hidup yang tak akan mungkin terlupa dari ingatan. Seluruh jejak yang terekam masih basah, seperti baru kemarin saja terjadi. Iya, seperempat perjalanan menjadi dewasa pernah dihabiskan di kota kembang itu. Dimana pernah kata pulang hanya menjadi angan-angan, tidak terlintas akan kembali ke tanah tempat dibesarkan untuk waktu yang agak panjang apalagi sampai boleh menetap. Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak, hingga bagaimana aku bisa berada disini kemudian akhirnya merindukan hawa Bandung dan setiap sudut yang menyimpan kenangan. Tak kusangka, rumah kini bak lingkungan baru yang meminta agar mampu menyesuaikan diri. Kini alamat di kartu tanda penduduk telah berubah lagi, aku kembali resmi sebagai penduduk Desa Campang Tiga Ulu dan bahkan telah berstatus menikah.  Menjalani kehidupan rumah tangga di sebuah desa, kala sebelumnya kami berdua dibuat nyaman oleh kemudahan beraktifitas di kota. Keberadaan gofood atau driv...