Langsung ke konten utama

Random Thought~1

Suatu hari temanku cerita; "Fir, aku nyobain jalan ke mall sendirian dong, ngga kuat ihh. . . Masa aku kek orang ling-lung, kek lupa tujuan mau ngapain. Kamu bisaan ihh. Sumpah, aku mah ngga bisa, baru juga sebentar langsung pulang da. Padahal, aku rencananya pengen muter-muter gitu ke toko buku, jajan Chatime, liat-liat baju, mampir ke Heartwarmer, keliling Lotte, makan ramen di Mujigae, ah banyak lah pokoknya. Naha kamu mah bisa sih?"

"Nanaonan ai kamu? Lain ngajak-ngajak, atuda leubar ku parkir na hungkul. Ya aku mah bisalah, yang menurut aku asyik belum tentu asyik buat kamu keles. Jangan diikutin atulah, kan kita beda. Berarti kamu ngga nyaman kaya gitu atau karena ngga biasa". Jawabku.

Sebenernya bukan cuma satu temenku yang pernah nyobain jalan-jalan ke luar rumah sendirian. Ada beberapa, dan kesemuanya temenku ini mengaku gatot alias gagal total. Mereka mengumpat, katanya: ngabisin waktu sendirian di tempat rame itu serasa kayak orang gila. Mereka bilang, aku aja yang rada aneh bisa-bisanya betah sampe berjam-jam malah kadang seharian hilang ditelan kesendirian ceunah.

Ah betul, me time setiap orang itu kan berbeda-beda. Mungkin bagiku jalan-jalan sendirian itu menyenangkan. Makan, belanja ke supermarket, ke toko buku, keliling mall, nonton bioskop, ke taman-taman, atau sekadar momotoran tanpa tujuan mengitari jalanan Bandung di siang bolong. Sendirian, sejauh ini adalah cara terbaik aku menemani diriku.  

Ya gimana dong udah biasa.

Seperti temanku yang bilang ngga bisa jalan-jalan sendirian. Barangkali, sama halnya dengan aku yang ngga bisa ikutan nonton konser-konser idola kalian itu loh yang kalian bela-belain beli tiketnya dari jauh hari. Aku pasti juga ling-lung semisal berada di antara ratusan orang-orang berisik begitu. Jangan-jangan malah pingsan mendadak. 

Terlebih memang karena karakterku yang introvert. Aku ngga bisa memaksakan diriku melakukan sesuatu diluar batas aku yang sesungguhnya kan. 

Jujur saja, aku ini kelewat penikmat sepi pokoknya. Jangan salah, sepi itu bukan cuma sendiri di tempat yang sunyi loh. Berlaku juga di puclic area, dimana terdapat banyak orang selain aku. Ya selama masih ngga kerumunan-keroyokan banget sih. Intinya, aku sendirian aja tanpa ada satu orang yang ku kenali di sekelilingku saat itu. Aku sebut itu sepi.

Iya dong, sah aja dong. Sepi versi aku begini. 

~Zulfannisafirdaus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

  Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku. Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut. Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Menata Jejak #1: Adaptasi Lingkungan Baru

Bandung dan serentetan cerita dibaliknya adalah bagian dari hidup yang tak akan mungkin terlupa dari ingatan. Seluruh jejak yang terekam masih basah, seperti baru kemarin saja terjadi. Iya, seperempat perjalanan menjadi dewasa pernah dihabiskan di kota kembang itu. Dimana pernah kata pulang hanya menjadi angan-angan, tidak terlintas akan kembali ke tanah tempat dibesarkan untuk waktu yang agak panjang apalagi sampai boleh menetap. Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak, hingga bagaimana aku bisa berada disini kemudian akhirnya merindukan hawa Bandung dan setiap sudut yang menyimpan kenangan. Tak kusangka, rumah kini bak lingkungan baru yang meminta agar mampu menyesuaikan diri. Kini alamat di kartu tanda penduduk telah berubah lagi, aku kembali resmi sebagai penduduk Desa Campang Tiga Ulu dan bahkan telah berstatus menikah.  Menjalani kehidupan rumah tangga di sebuah desa, kala sebelumnya kami berdua dibuat nyaman oleh kemudahan beraktifitas di kota. Keberadaan gofood atau driv...