Langsung ke konten utama

Kenapa Saya Gelisah Melihat Orang Lain Memiliki Apa Yang Tidak Saya Miliki?



My dear, hati-hati sama hati. Mengapa kita harus gelisah sama ketetapan yang dibuat sama Allah sendiri?

Sebagai manusia biasa, kita mudah sekali merasa iri pada kebahagiaan orang lain yang nampak di depan mata. Mudah berprasangka bahwa; hidup kita tidak pernah sebanding dengan hidup orang lain. Kita pikir hanya hidup kita yang paling rumit, sedangkan orang lain selalu aman, tentram dan bahagia tersebab apa-apa yang dia miliki.

Sering kita berkata; "Alangkah beruntungnya hidup mereka". Lalu, terus mengeluhkan semua yang kita alami. Seluruh persoalan hidup kita ungkit-ungkit pada Allah dengan penuh kesal. Selalu begitu, tidak sekali dua kali kita bertanya sambil marah kepada Allah. Bahkan saat berdoa sehabis shalat, kita menangis sembari berteriak di dalam hati; "Ya Allah . . . apa salahku? Mengapa hidupku tidak sebahagia si fulan ya Allah? Kapan semua masalah ini berakhir? Kapan aku berkesempatan memiliki apa yang aku inginkan seperti mereka-mereka?".

Kenyataannya, kita selalu merasa pemikiran kita yang paling benar, kita pakai kacamata kita untuk melihat hidup orang lain dengan penuh iri dengki. Lupa melihat ke diri sendiri, lupa bersyukur pada keseluruhan nikmat yang tak terukur banyaknya sejak dahulu kita miliki hingga hari ini.

Allah yang Maha Baik memberi rezeki pada porsi yang tepat. Sebenarnya tidak lebih dan tidak kurang, semua sesuai dengan takaran versi Allah. Dia pasti punya alasan mengapa yang baik buat orang lain belum tentu baik buat kamu.

Ketika kita selalu mencondongkan pikiran pada kekurangan, maka selamanya kita tidak akan pernah merasa cukup. Setiap yang Allah kasih sesuai dengan apa yang kita butuh. Jengkel melihat orang lain bahagia dengan kepunyaannya, disaat ada begitu banyak orang yang berharap memiliki apa yang menjadi kepunyaanmu.

Kita selalu berpikiran buruk karena sempitnya cara berpikir. Kita terlalu lebar memberikan ruang kosong dalam hati kita hanya untuk dimasuki oleh penyakit-penyakit hati. Beranggapan jika garis takdir ini tidak adil, sebab pemikiran kita sudah terlampau jauh keluar dari garis tersebut sebelum benar-benar meresapi setiap nikmat yang ada. 
Pepatah bilang; langit dan bumi di genggamanpun tidak akan memberi kepuasan bagi orang-orang yang tidak pandai bersyukur.
Hidup memberi banyak pilihan. Sesuatu yang ada berbanding dengan sesuatu yang tidak ada. Setiap yang dimiliki berbanding dengan yang tidak dimiliki. Ketika seseorang punya kelebihan, dia juga punya kekurangan. Pun sebaliknya.

Be positive thinking. Allah bersama prasangka baikmu. 

Mencoba ikhlas, bersabar dan selalu bersyukur melakukannya memang tak semudah mengucapkannya. Begitu banyak pergolakan dalam diri saat memulai dan menjalaninya. But, apapun bisa kalau Allah diatas segala.

Hanya karena yang nampak di depan mata kita adalah kebahagian, lantas bukan berarti kita berhak membenci kebahagiaan yang terpancar itu. Apalagi tega-teganya melayangkan doa-doa buruk agar kiranya kebahagiaan mereka dicabut sama Allah. Kita tidak pernah tahu kehidupan orang lain yang sebenar-benarnya. Jangan kelewatan mengira-ngira.

Hanya karena yang nampak di depan mata kita adalah kebahagiaan, lantas bukan orang lain tidak diuji sama Allah, bukan tidak Allah kasih masalah, bukan tidak Allah hujani rintangan. Barangkali kita hanya tidak tahu, kita hanya tidak melihat seberat apa ujian dan masalah yang harus dilaluinya. Barangkali selama ini kita hanya melihat kepandaiannya dalam menyembunyikan kesulitan dibalik senyuman, di belakang kita dia sibuk mencari solusi dan berjuang tanpa perlu mengumbar-umbar perjuangannya ke khalayak.

Intinya, kamu tidak pernah tahu sebahagia apa orang dengan apa yang dimilikinya. Sama seperti tidak tahunya mereka dengan ukuran bahagianya kamu. Tugas kita hanya bersyukur pada apa-apa yang sudah diporsikan menjadi milik kita, juga mendoakan orang lain berbahagia dengan segala bentuk kenikmatan yang Allah berikan padanya.

Jadi, berhentilah membiarkan kegelisahan itu di dalam hatimu. Kita manusia-manusia yang Allah beri kemampuan yang berbeda, Allah itu adil bukan tidak adil. Cobalah mengurai apa saja yang kamu miliki, pasti akan kamu temukan banyak yang orang di luar sana tidak memilikinya. Syukurilah karunia itu, jangan biarkan iri dan dengki memakan semua amalan baik, semoga tak ada lagi kesempatan gelisah saat melihat orang lain memiliki apa yang tidak kita miliki.

~Firda Zulfannisa Ariga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

  Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku. Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut. Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Menata Jejak #1: Adaptasi Lingkungan Baru

Bandung dan serentetan cerita dibaliknya adalah bagian dari hidup yang tak akan mungkin terlupa dari ingatan. Seluruh jejak yang terekam masih basah, seperti baru kemarin saja terjadi. Iya, seperempat perjalanan menjadi dewasa pernah dihabiskan di kota kembang itu. Dimana pernah kata pulang hanya menjadi angan-angan, tidak terlintas akan kembali ke tanah tempat dibesarkan untuk waktu yang agak panjang apalagi sampai boleh menetap. Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak, hingga bagaimana aku bisa berada disini kemudian akhirnya merindukan hawa Bandung dan setiap sudut yang menyimpan kenangan. Tak kusangka, rumah kini bak lingkungan baru yang meminta agar mampu menyesuaikan diri. Kini alamat di kartu tanda penduduk telah berubah lagi, aku kembali resmi sebagai penduduk Desa Campang Tiga Ulu dan bahkan telah berstatus menikah.  Menjalani kehidupan rumah tangga di sebuah desa, kala sebelumnya kami berdua dibuat nyaman oleh kemudahan beraktifitas di kota. Keberadaan gofood atau driv...