Langsung ke konten utama

Yang Terjadi, Sudah Terjadi


Seandainya waktu dapat diulang. Rasanya ada banyak hal yang ingin sekali didatangi kembali, dibenahi atau tidak pernah dilakukan sama sekali. Seandainya bisa, pasti akan menjadi sangat melegakan. Hari ini, kita tidak perlu menanggung beban penyesalan atas segala kesalahan dari masa lalu.

Namun sayangnya, mustahil. Kita tidak akan bisa memutar waktu ke belakang. Kita tidak akan pernah bisa merubah masa lalu. Berandai-andai kiranya setiap yang telah terjadi tidak pernah terjadi hanyalah perbuatan yang sia-sia. Masa lalu tetaplah masa lalu, yang alurnya akan tetap sama tidak akan berubah bagaimanapun kita mencoba mengubahnya.  

Aku dan kamu, masing-masing dari kita tentu memiliki aib tersendiri. Perbuatan masa lalu yang selama ini disimpan, ditutup rapat-rapat hingga tak seorang pun yang mampu mengendusnya. Ya~aib menjadi bagian menyeramkan dari diri yang paling tidak kita inginkan menjadi konsumsi publik. Rasanya malu, harga diri seakan sangat terhinakan, jika sampai ada satu orang saja yang mengetahui kebobrokan kita yang sebenarnya. Sebuah sisi yang disembunyikan dan sangat berharap Allah mengampuninya.

Tak ada gading yang tak retak. Tidak ada satupun manusia yang terlahir tanpa cela. Tidak ada manusia yang sempurna. Ya~kita manusia, hanya manusia biasa. Tidak ada seorangpun di dunia yang tidak pernah berbuat kesalahan dalam hidupnya bukan?

Selain pengampunan dari Allah, rasanya kita tidak lagi membutuhkan yang lebih dari itu. Cukuplah Allah memaafkan kesalahan dan menutup aib-aib itu baik dunia pun di akhirat kelak.

My dear, aku dan kamu. Kita semua memiliki masa lalu yang harus dilepaskan penuh keikhlasan. Istilahnya; berdamai dengan masa lalu. Seburuk apapun masa lalu itu, jangan biarkan diri tenggelam terlalu dalam. Sejahat apapun kita pernah berbuat maksiat, pun sudah terlanjur menumpuk segala aib, tapi jangan pernah berlepas dari memohon pengampunan Allah. Jadikan penyesalan sebagai cambuk untuk tidak berhenti memperbaiki diri. Selama masih diberi waktu, masih ada kesempatan memperoleh masa depan yang lebih baik.

Kita terlahir dan menjalani kehidupan di dunia ini untuk pertama kalinya. Biarlah yang terjadi sudah terjadi. Bukankah kita masih bisa mengambil hikmah? Semua menjadi tidak lagi wajar apabila kita jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Artinya, aib-aib masa lalu biarlah jadi alarm peringatan yang senantiasa mendorong kita bertaubat di hadapan Allah. 

Barangkali memang, untuk memperbaiki diri harus berangkat dari memperbaiki hubungan dengan Allah terlebih dahulu. Biidznillah. Semoga Allah perbaiki hidup kita kedepannya.
 
Ya~tidak buruk meskipun agak terlambat, yang terburuk adalah ketika tidak pernah mau memulainya.
Firda Zulfannisa Ariga
Palembang, 18 Juni 2020
Sumber Gambar: Pinterest 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menata Jejak #2: Hamil Pertama

  Tadinya, berita tentang kehamilan adalah hal yang paling kuhindari. Melihat dan mendengar cerita orang lain pun tak begitu aku hiraukan, bahkan postingan orang tentang anak kecil nan imut saja aku skip seolah tak tertarik untuk mengamati. Bukan tidak suka, hanya saja aku menghindar karena khawatir ada sejumput rasa iri di hati yang berujung menjadi ain yang tidak terniatkan. Sungguh tak pantas bukan, jika kebahagiaan orang lain mesti rusak karena ku. Aku berada di fase pasrah, semacam yaa sudahlah mau kapanpun Allah kasih rezeki buah hati aku santai saja tak begitu menanti tak juga hilang keinginan memiliki. Sekedar menikmati saja, aku tak lagi begitu menggebu seperti yang lalu. Beberapa tespack yang menunjukkan hasil negatif ku simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah sebegitu menanti, hingga sekedar lelah menghinggapi saja membuatku berasumsi tengah berbadan dua hingga bersegera membeli alat pendeteksi kehamilan tersebut. Entah apa yang terjadi pada diri, bagaimana pula...

Jejak Luka #17: Tuntutan Hamil di Usia Satu Tahun Pernikahan

  Terimakasih sudah berjuang... Iya, terimakasih kusampaikan pada diriku yang telah banyak melewati asam dan pahit kehidupan dewasa ini. Melewati satu demi satu hari tersulit sepanjang hidup, menemui beragam peristiwa terpedih dan menjadi penyabar yang berakhir mampu memaklumi segala. Tentu, tidak menyangka aku bisa bertahan, andai saja meniti lagi sedetail mungkin apa-apa yang terjadi belakangan. Boleh jadi, semestinya aku sudah gila. Namun ternyata aku masih mampu berada di titik baik-baik saja begini, sungguh ajaib bukan? Usia pernikahanku baru saja menginjak setahun dua bulan. Masih terlalu belia untuk mendapati banyaknya suara bising mempertanyakan kemampuanku untuk beroleh keturunan. Entah dari mereka yang asing pun dari yang paling dekat. Tidakkah ini terbilang berlebihan? Sering aku bertanya dalam keheningan diri, mengapa demikian tega menyentilku dengan dalih sebagai bentuk perhatian. Apalagi yang terlampau berisik itu justru sesama perempuan, bahkan seorang dengan berlabe...

Menata Jejak #1: Adaptasi Lingkungan Baru

Bandung dan serentetan cerita dibaliknya adalah bagian dari hidup yang tak akan mungkin terlupa dari ingatan. Seluruh jejak yang terekam masih basah, seperti baru kemarin saja terjadi. Iya, seperempat perjalanan menjadi dewasa pernah dihabiskan di kota kembang itu. Dimana pernah kata pulang hanya menjadi angan-angan, tidak terlintas akan kembali ke tanah tempat dibesarkan untuk waktu yang agak panjang apalagi sampai boleh menetap. Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak, hingga bagaimana aku bisa berada disini kemudian akhirnya merindukan hawa Bandung dan setiap sudut yang menyimpan kenangan. Tak kusangka, rumah kini bak lingkungan baru yang meminta agar mampu menyesuaikan diri. Kini alamat di kartu tanda penduduk telah berubah lagi, aku kembali resmi sebagai penduduk Desa Campang Tiga Ulu dan bahkan telah berstatus menikah.  Menjalani kehidupan rumah tangga di sebuah desa, kala sebelumnya kami berdua dibuat nyaman oleh kemudahan beraktifitas di kota. Keberadaan gofood atau driv...